TIFFANEWS.CO.ID,- Bupati Jayapura sekaligus Ketua Umum Panitia Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI, Mathius Awoitauw mengatakan, masyarakat adat tidak memandang adanya perbedaan agama, suku, dan ras dalam berjuang dan mendukung pembangunan Indonesia.
“Dalam bahasa masyarakat adat tidak ada perbedaan agama, suku, dan ras. Mereka ada dalam satu perjuangan untuk Indonesia Raya,” ujar Bupati Mathius, saat pembukaan KMAN VI di Danau Sentani, Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua, Senin (24/10/2022).
Mathius menambahkan kongres dihadiri oleh 2.449 komunitas adat seluruh nusantara, yang saat ini tercatat mencapai 2.337 orang. Jumlahnya diperkirakan akan terus bertambah hingga selesai acara pada 30 Oktober 2022 mendatang.
Dari jumlah peserta itu, terdapat 130 orang peninjau dan lebih dari 200 orang masyarakat adat dari Provinsi Papua dan Papua Barat.
“Dalam suasana seperti ini kita bisa melihat bahwa Bhineka Tunggal Ika bukan hanya kata-kata tapi mereka (masyarakat adat) adalah pencetus bangsa dan negara dengan kebhinekaan yang dipegang teguh sampai saat ini,” tutur dia.
Menurut Mathius, momentum KMAN VI yang digelar di kawasan masyarakat adat Tabi itu juga diperingati sebagai perayaan sembilan tahun kebangkitan adat Jayapura, yang telah menghasilkan tiga karya sebagai amanat Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Papua.
Pertama adalah kodifikasi 14 kampung adat di Jayapura, yang merupakan pertama kalinya di Indonesia, yang akan segera disusul 38 kampung adat lain di Jayapura.
“Dengan adanya kodifikasi itu, berbondong-bondong kampung adat lain akan menjadikan (kodifikasi) kampung adat. Itu pertanda kita torang ada,” imbuhnya.
Kedua, Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi Papua telah membentuk satuan gugus tugas masyarakat adat, Peraturan Daerah Otonomi Khusus (Perdasus) Nomor 33 dan Perdasus Nomor 23 yang memerintahkan bupati dan wali kota untuk membentuk tim kajian masyarakat adat di seluruh wilayah adat kabupaten/kota.
Dalam hal itu Kabupaten Jayapura telah membentuk lembaga tersebut berdasarkan Peraturan Daerah No. 8 tahun 2021 tentang gugus tugas masyarakat adat dan menempatkan kantornya di kawasan Kantor Bupati Jayapura.
“Dari 19 suku di wilayah adat itu, mereka (Gugus Tugas Masyarakat Adat) sudah menghasilkan 1,4 juta hektare (ha) wilayah adat yang dipetakan. Dari delapan wilayah adat kampung dan subkampung juga, dengan jumlah 26.896,6 ha sudah dipetakan,” ungkap dia.
Ketiga, enam kawasan hutan di kabupaten Jayapura telah mendapat pengakuan sebagai hutan adat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sehingga bisa dimanfaatkan oleh masyarakat adat secara resmi.
Salinan dokumen hutan adat tersebut diserahkan bersamaan dengan pembukaan KMAN VI yang diterima oleh masing-masing kepala suku di Papua.
“Kita bangga terhadap masyarakat adat di seluruh nusantara ini, dan kita akan memberikan kontribusi besar untuk kejayaan Indonesia Raya,” ujarnya.
Saat yang sama, Pelaksana tugas (Plt) Asisten III Bidang Umum Sekretaris Daerah Provinsi Papua, Y Derek Hegemur menyatakan pihaknya menganggap KMAN VI memiliki nilai penting dan strategis.
“Kongres Masyarakat Adat Nusantara VI di tanah adat Tabi Papua mempunyai nilai penting dan strategis bagi Pemerintah Provinsi Papua untuk memantapkan eksistensi nilai dan kebudayaan yang dianut oleh masyarakat adat,” ujarnya.
Undang-undang Dasar (UUD) 1945 dikatakannya telah menegaskan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Di Provinsi Papua, UU Otonomi Khusus (Otsus) tentang Papua beserta perubahannya telah memberikan jaminan kepastian bagi pelaksanaan dan pemerataan terhadap nilai-nilai budaya, norma-norma budaya, serta hasil karya cipta dalam berbagai bentuk, seperti lagu, ukiran, patung, tarian, pakaian, hingga pengetahuan dan teknologi tradisional.
“Untuk itu, nilai-nilai dan hak-hak konstitusional, tradisional itu perlu terus dibangun, dibina, dan dikonsolidasikan guna menjaga persatuan dan kesatuan bangsa,” tutur dia.
Provinsi Papua memliki wilayah yang terbagi dalam tujuh wilayah adat. Dengan pembagian wilayah itu, seluruh perencanaan pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan di Papua disusun dengan memperhatikan kondisi geografis, permasalahan, dan potensi berbasis wilayah adat.
“Hal itu ditindaklanjuti dengan beberapa penetapan berbagai kebijakan daerah yang dibuat dengan Perdasus (Peraturan Daerah Otonomi Khusus) dan Peraturan Daerah provinsi yang memberikan perlindungan dan pemberdayaan dalam rangka pemberdayaan manusia, tanah hutan, dan nilai serta identitas masyarakat adat Papua,” jelas Hegemur.
Dia pun berharap KMAN VI yang bertema “Bersatu Pulihkan Kedaulatan Masyarakat Adat Untuk Menjaga Identitas Kebangsaan Indonesia yang Beragam dan Tangguh Menghadapi Krisis” tersebut akan mendorong Papua bangkit mandiri dan sejahtera.
Acara itu turut dihadiri oleh Gubernur Papua Lukas Enembe yang diwakili Pelaksana tugas (Plt) Asisten III Bidang Umum Sekretaris Daerah Provinsi Papua Y Derek Hegemur, Ketua Dewan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Nasional dan Ketua SC KMAN VI Abdon Nababan, Sektretaris Jenderal (AMAN) Rukka Sombolinggi, para Tokoh Adat dan delegasi Masyarakat Adat dari seluruh daerah. (*)