Oleh Paskalis Kossay
Apa yang kita baca dari dinamika politik nasional saat ini ? Tidak lain adalah pertarungan gagasan dan perdebatan opini tentang eksistensi figur yang berpeluang menjadi bakal calon presiden pada pemilu 2024.
Sudah mulai terpolarisasi kekuatan politik pendukung masing-masing figur bakal calon presiden nantinya. Mulai digiring persepsi politik rakyat untuk berpihak pada bakal calon presiden tertentu. Partai Politik pun mulai mengencangkan propaganda politik tentang jatidiri figur sebagai jualan politik untuk mendapatkan simpati dan empati rakyat.
Dari dinamika dan opini politik yang sudah terbentuk dalam masyarakat, sudah mulai mengerucut nama sejumlah tokoh nasional yang berpeluang menjadi calon presiden Indonesia dalam Pemilu 2024. Mereka adalah, Anies R. Baswedan, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Puan Maharani, Airlangga Hartarto dan Agus Harimurty Yudoyono.
Dari sekian tokoh tersebut , nama Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, paling dominan menominasi percaturan opini politik masyarakat saat ini. Masing-masing figur ini mendapat respon luas oleh rakyat Indonesia. Hal ini dibuktikan oleh hasil-hasil survei oleh sejumlah lembaga survei, ketiga figur tersebut selalu menominasi pada level tertinggi dari figur-figur lain.
Dengan demikian bisa dipastikan , untuk calon presiden Indonesia pada Pemilu 2024 mulai kelihatan jelas hanya tiga nama, yaitu Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto. Untuk pasangan posisi wakil presiden, tergantung pada pilihan partai politik masing-masing. Disini sangat dinamis dan berpulang pada kesamaan kepentingan politik . Belum tentu oleh kesamaan ideologis . Itulah karakteristik politik Indonesia yang cenderung pragmatis dan transaksional.
Dari ketiga nama yang menguat sebagai calon presiden ini, nama Anies Baswedan sudah jelas didukung oleh Partai NasDem , partainya Surya Palloh. Prabowo Subianto masih mencari dukungan partai lain untuk berkoalisi dengan partai Gerindra. Sedangkan figur Ganjar Pranowo, masih diperdebatkan internal partai PDIP karena disana ada nama Puan Maharani yang didorong oleh ibu Megawati sebagai Ketua Partai.
Gegara nama figur Ganjar Pranowo masuk dalam bursa calon presiden dari PDIP, kemungkinan akan terancam pecah kongsi politik antara Ibu Mega dengan Presiden Jokowi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pilihan bakal calon presiden antara ibu Mega dan Presiden Jokowi. Presiden Jokowi lebih cenderung mempersiapkan Ganjar Pranowo, sementara ibu telah lama mempersiapkan anaknya sendiri Puan Maharani.
Urusan internal partai PDIP ini akan berdampak pada perubahan konstelasi politik nasional, dimana berpeluang besar Presiden Jokowi menggandeng partai Golkar, PAN dan PPP melalui Koalisi Indonesia Bersatu ( KIB ) membuka karpet merah untuk mengusung Ganjar Pranowo sebagai calon presiden 2024.
Hal ini mungkin saja akan terjadi sebab Presiden Jokowi ingin rejim kepemimpinannya harus dilanjutkan oleh seorang presiden yang sepaham dengannya. Karena itu presiden Jokowi lebih mempersiapkan Ganjar Pranowo dari pada figur lain.
Tetapi figur pilihan Presiden Jokowi ini pun belum tentu diterima rakyat. Pasti ada penolakan . Pilihan politik rakyat belum tentu sejalan dengan pilihan politik penguasa apalagi pilihan politik Jokowi seorang diri. Pilihan politik rakyat bisa seirama dengan penguasa jikalau kinerja penguasa pada akhir tahun kepemimpinannya dinilai memuaskan.
Namun demikian , kinerja pada akhir kepemimpinan Presiden Jokowi, oleh banyak pihak menilai belum memuaskan, bahkan dinilai cenderung menguntungkan kelompok oligarki. Karena itu terbentuk opini buruk terhadap kepemimpinan Jokowi dan kemudian rakyat lebih memilih figur alternatif lain di luar figur yang dijagokan Presiden Jokowi.
Figur Anies Baswedan akan muncul sebagai figur calon presiden alternatif yang bebas dari aroma politik oligarki penguasa rejim Jokowi. Maka peluang menang Anies Baswedan dalam Pilpres 2024 sangat besar. Bayangan peluang ini dibaca baik oleh penguasa, maka mulai diganggu dengan berbagai cara untuk menghambat pencalonan Anies Baswedan sebagai calon presiden. Walau demikian agak sulit dihambat karena dukungan Anies Baswedan bergerak dari basis masyarakat akar rumput bukan dari kelompok elit.
Jika Pemerintahan Jokowi memaksakan dan atau menghalang-halangi pencalonan Anies Baswedan sebagai calon presiden , pasti akan berbenturan dengan politik kekuatan rakyat ( people power ) dan bisa berujung pada instabilitas konstelasi politik nasional.
Karena itu sebaiknya , Presiden Jokowi mengambil posisi tengah ( netral ) tidak memihak pada figur calon tertentu. Presiden fokus mengurus negara dan nasib ratusan juta rakyat sampai mengakhiri masa kepemimpinannya dengan tertib dan aman.
Biarkan rakyat menentukan pilihan politiknya sesuai dengan suara hati nuraninya secara bebas dan demokratis. Pemerintah dan partai politik sebagai infra dan suprastruktur politik berkewajiban memberikan pendidikan politik yang baik dan benar pada rakyat supaya dipahami akan hak dan kewajibannya selaku warga negara.(*)
Paskalis Kossay, Kolumnis