TIFFANEWS.CO.ID,- Diskusi publik bertemakan “Peran Jurnalis Dalam Menciptakan Perdamaian di Papua” digelar secara daring pada Sabtu, 27 Mei 2023 dan dimoderatori Deputi Peace Literasi Institut Indonesia (PLII). wilayah Tanah Papua, Maiton Gurik. Diikuti 46 peserta diskusi.
Menghadirkan kedua pemateri diantaranya, jurnalis Harian Cendrawasih Pos Jayapura Noel Wenda dan jurnalis suaraperempuanpapua.id Alfonsa Jumkon Wayap.
Keduanya memaparkan seputar pengalaman dan juga data terkait kerja-kerja jurnalis yang bukan saja memproduksi berita, tetapi juga peran urnalis dalam menciptakan tulisan-tulisan yang berperspektif jurnalisme damai.
Noel dalam penyamapaiannya, mengaku, menjadi jurnalis adalah pilihan. Suka-duka yang dialami dalam meliput enam tahun menjadi jurnalis hingga kini, merupakan satu bentuk dedikasinya dalam mewartakan yang berpihak kepada publik. Terlebih mereka yang terabaikan.
Sementara itu, Alfonsa yang juga menjabat ketua bidang Perempuan dan Anak Pengurus Pusat Pemuda Katolik Perempuan dan Anak ini lebih menekankan pada etika berjurnalistik, menulis dengan perspektif gender, dan turun ke wilayah-wilayah konflik dengan pendekatan hunamis dan tetap berada pada posisi netral.
“Berita di Papua identik dengan konflik. Bagaimana kita melihat konflik itu bukan saja dari pihak TNI-Polri dan kelompok yang dikatakan berseberangan dengan NKRI. Tetapi, selama saya meliput di beberapa wilayah contohnya, konflik Kiwirok dan dua warga tertembak oleh oknum aparat di kampung Baus, Asmat. Lebih menelisik pada sisi hak-hak masyarakat sipil sebagai korban. Dan dampak trauma kepada anak-anak kecil, luput dari perhatian negara(pemerintaha di daerah),” ujar anggota bidang Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jayapura.
Alfonsa menambahkan, perdamaian yang dimaksud di sini, harus dimulai dari kita sendiri, lingkungan kita berada, dan juga harus dicerminkan dalam setiap karya tulis. Menciptakan perdamaian bukan saja dari tulisan, tetapi bisa juga dari karya seni lainnya. Misalnya, lagu, lukisan, pusi, cerpen, artikel dan menulis opini.
Menutu Maiton, mengatakan, melalui diskusi ini, dirinya berharap, peserta dapat termotivasi untuk berliterasi melalui karya tulis, foto dan video.
“Dengan kereativitas itu kita dapat menciptakan perdamaian di Papua. Tapi, saya berharap kita harus banyak membaca dan menulis. Dengan begitu kita akan diperbanyak perbendaharaan kata dan wawasan berpikir kita,” ujar Maiton.
Diskusi itu mendapat tanggapan dua peserta. Imo Pabika, mahasiswa USTJ, Jayapura, jurusan Teknik Informatika, mengaku mendapat satu catatan dari kedua pemateri yaitu membuang egois untuk menciptakan perdamaian dan perlunya kolaborasi.
“ Kita anak Papua dan yang ada di Papua paling merasakan dampak dari konflik perampasan tanah serta konflik penguasan sumber daya alam. Kita yang lihat, dengar dan merasakan dampak dari setiap peristiwa, kadang ada rasa emosi, tidak percaya terhadap negara dan berontak. Tapi, saya mau bilang, mari kita berkarya, hanya dengan karya, itulah cara kita bersuara menyuarakan ketidakadilan,pelanggaran HAM dan impuinitas yang terjadi terharap kita di Papua,” kesannya usai mengikuti diskuti ketiak dihubungi media ini,” ujarnya.
Ia menambahkan, pentingnya kolaborasi antar komunitas. Dengan berkolaborasi kita dapat menciptakan perdamaian melalui karya-karya kita. Terlebih PLII, kedepannya, tidak hanya diskusi sampai di sini saja.
“Menurut saya, diskui seperti ini bagus. Harapannya, tidak terputus sampai di sini saja, harus ada tindak lanjut. Sekiranya bisa mengumpulkan kami yang tersebar di berbagai komunitas, saya sendiri bergabung di Sa-Code dan Eco-Defender. Agar kedepannya, kita bisa berjalan bersama-sama,” pesan mahasiswa semerter tujuh ini.
Habaku Dogomo, mahasiswa Kampus UNINGRAT-Universitas Doktor Husni Ingratubun- Jurusan Hukum,Semester, 6 mengatakan, literasi sangat penting bagi kami anak-anak muda Papua. Dengan literasi, kami bisa lihat situasi di Papua.
“Kami punya peran sayang besar terhadp realitas sosial, politik dan berbagai peristiwa yang terjadi di Papua,” kata Dogomo
“Saya lebih tekankan di dunia baca dan tulis. Hari ini, bagi setaip peserta, mendapat pencerahaan tentang literasi. Ini juga bentuk penyadaran terhadap kawan-kawan yang tidak tahu tentang apa itu literasi. Kerja-kerja jurnalis serta kode etik dan juga bagaimana tetap bisa kosisten dalam menulis dan mewartakan melalui kerja-kerja kedua pemateri,” tambahnya.
Dogomo melihat, sisi baik sekaligus ada motivasi sekaligus edukasi kepada peserta. Memang diakui dibutuhkan kesadaran akan peran setiap peserta untuk bisa menciptakan perdamaian.
Harapannya, PLII harus berkolaborasi, dengan membuat kegiatan-kegatan yang melibatkan komunitas lain jika impian perdamaian yang diinginkan boleh menyadarkan pemangku kepentingan negeri ini maupun membuka mata dunia luar tentang Papua.
“Semua itu dimulai dari kita. Jangan tunggu orang lain datang menjawab soal kita,”ujarnya. [] Alfonsa J. Wayap