TIFFANEWS.CO.ID,– Perwakilan masyarakat Suku Kanum dan Suku Yei menyampaikan harapannya terhadap proses seleksi Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Selatan (PPS).
Kepala Kampung Yanggandur, Gregorius Mbanggu selaku salah satu perwakilan, kepada media, di Merauke, Jumat (16/6), mengatakan bahwa suku Kanum wajib untuk ada mewakili sukunya sendiri, mengingat pengalaman buruk mereka di masa lalu saat masih di Provinsi Papua yang tidak pernah tersentuh.
Gregorius Mbanggu berkomitmen untuk berjuang memastikan bahwa suku Kanum dan suku Yei memiliki perwakilan dari mereka sendiri.
“Salah satu masalah utama yang dihadapi adalah ketidakterdaftarannya dalam hasil Panitia Pemilihan MRP saat proses di tingkat kabupaten dan Panitia Pemilihan (Panpil) Kabupaten tidak memberikan informasi kepada kami, ujar Gregorius.
Gregorius Mbanggu juga mengungkapkan bahwa tidak ada pleno yang pernah dilaksanakan, dan Panpil kabupaten tidak memberikan informasi mengenai hasil seleksi di tingkat kabupaten.
Oleh karena itu, lanjutnya, mereka berharap dapat menanyakan hal ini kepada Gubernur.
Untuk mengatasi masalah ini, mereka telah melakukan inisiatif dengan tinggal di Merauke selama seminggu guna mencari jalan keluar dan ingin bertemu dengan Gubernur agar aspirasi mereka didengar.
Setelah melakukan koordinasi di kampung dengan Ketua Adat dan Kepala Suku, pihaknya merasa senang bahwa permintaan mereka untuk didiskusikan dengan diterima oleh Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Papua Selatan, Paskalis Netep.
Pihaknya juga mengapresiasi diskusi yang telah berlangsung, dan berharap agar aspirasi mereka dapat ditindaklanjuti.
Sementara itu, Marthen Ndiken, yang pernah menjabat sebagai Ketua LMA Kanum selama 27 tahun, juga merasa keberatan dengan kurangnya transparansi dalam proses pendaftaran MRP.
Ia mengatakan bahwa mereka telah mengikuti proses pendaftaran yang sesuai dengan sosialisasi yang dilakukan, namun, mereka merasa tidak diberikan informasi yang cukup mengenai proses seleksi di tingkat kabupaten.
Marthen Ndiken dan Gregorius Mbanggu berharap bahwa pemerintah dapat mendengarkan keluhan mereka dan memastikan bahwa suku Kanum dan suku Yei diakomodasi dengan baik dalam MRP.
Suku Kanum dan Suku Yei menginginkan adanya perwakilan yang mewakili kepentingan dan aspirasi suku mereka.
“Saya kecewa lagi karena pernah mendapat informasi suku kami tidak terdaftar, memangnya kami suku apa? Suku asing? Kami NKRI, Presiden saja pernah mengunjungi kami, kami suku asli Papua Selatan !” tambahnya.
Dalam pertemuan tersebut ditambahkan oleh Jeremias Ndimar, Kepala Suku Kanum di wilayah Sota dan Naukenjerai, bersama dengan tujuh kampung tambahan, juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap kurangnya perhatian dan akomodasi terhadap suku mereka.
Mereka menyoroti kontribusi yang telah mereka berikan dalam membangun wilayah perbatasan serta meminta agar hak-hak mereka diakui dan dihargai.
“Kami telah memberikan kontribusi berharga kepada masyarakat Merauke. Kami menyediakan akses air bersih bagi penduduk setempat. Kami juga berkontribusi dengan mendirikan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) untuk memfasilitasi lintas batas. Kami bahkan telah mengorbankan sebagian dari hutan kami untuk dijadikan Taman Nasional. Selain itu, kami dengan tulus membuka diri kepada Satuan Tugas Perbatasan karena kami adalah penganut prinsip Merah Putih.” Tambahnya.
Kedua suku ini sepakat untuk bersama-sama memperjuangkan hak-hak mereka yang telah lama terabaikan dan mengatasi ketimpangan yang ada.
Mereka berharap agar pemerintah dan masyarakat dapat mengakui dan menghargai keberadaan serta kontribusi mereka dalam membangun wilayah perbatasan.
Permintaan Gregorius Mbanggu, Marthen Ndiken, dan Jeremias Ndimar, menjadi komitmen untuk memastikan bahwa kehidupan dan aspirasi suku-suku pribumi di wilayah perbatasan diperhatikan secara adil. (Ron)