TIFFANEWS.CO.ID,- Sebagai bentuk solidaritas, komunitas perempuan Byak yang berada di tanah Tabi, melangsungkan ibadah bertemakan,“Babe Oser Bin Byak Ro Sup Tabi” di Gereja GKI Peniel Kota Raja, Jayapura, Papua, Kamis, 29/6-2023.
Ibadah ini dihadiri perempuan Byak dari keturuntan Byak sebanyak dua ratus lebih. Hadir dari tokoh Byak diantaranya, Pendeta Festus Simbiyak, Ketua Dewan Adat Byak Wilayah Tabi Dorus Owom, Sekretaris Dewan Adat Byak Pusat Adolof Baransano dan Isak Morin.
Pendeta Diana Binkor Jenbise melalui kotbahnya, mengajak perempuan Byak di tanah Tabi untuk mengutamakan kasih Kristus sebagai landasan utama dalam berkarya.
“Entah di dunia swasta, legislator, eksekutif dan lainnya jangan pernah melupakan indetitasmu sebagai orang Byak, keturunan Byak. Tuhan telah berikan kesempatan kepada kita tuk terus berkerja dengan talenta dan karunia kita. Teruslah melayani, disitulah identitasmu akan diberkati,” pesan Pendeta Diana Binkor Jenbise.
Kepada media ini ketua panitia Susana Burdam memaparkan tentang awal mengakomodir perempuan Byak yang ada di Tabi yang bermula melalui grup WhatsApp, sejak 23 Maret 2023-lalu. Dari perbincangan di grup WhatsApp, kemudian mendapat tanggapan yang baik dari perempuan Byak lainnya.
Sebenarnya, kata Susana Burdam, ikatan perempuan Byak sudah ada sebelumnya sekitar 20-tahun lalu. Dalam perjalannya, beberapa dari penggagas ikatan ini sudah meninggal. Mereka yang meninggal dunia, diantaranya, Antropolog Universitas Cendrawasih, Mientje Roembiak.
“Kefakuman yang cukup lama, membuat saya tergerak untuk menghidupakan kembali wadah itu. Agar generasi kami juga bisa mengenal satu dengan lainnya. Bukan hanya itu, tetapi bagaimana wadah ini dapat melihat-hal-hal sosial lainnya yang dialami perempuan Byak yang ada di Tanah Tabi ini,” kata Susan.
Dari perbincangan melalui, kemudian dilakukan diskusi rutin hingga terbentuknya tim formatur ikatan perempuan Byak di Tanah Tabi.
Susan mengatakan, komunitas ini tidak saja dari perempuan yang berasal dari Byak, melainkan mengakomodir juga peranakan, menantu dan yang memiliki hubungan keturunan Byak.
“Pergumulan yang dialami satu dengan lainnya dalam diskusi rutin telah membuat kami merasa yakin dan ingin supaya wadah ini harus diwadahi kembali dan an hari ini kita bisa laksanakan,” kata Susan.
Pendeta Jemima Krey memberi apresiasi atas terbentuknya komunitas ini . Dia mengatakan qadah ini harus dihidupkan kembali, sebab, perempuan melahirkan kehidupan.
”Peran perempuan mulai mengandung, melahirkan, merawat, melindungi, mendidik anak. Kalo ko mau generasi biak, cerdaskan mereka, di situlah peren besar perempuan. Maka, harus ada kebijakan dari pemerintah yang juga berpihak kepada keberlangsungan peran perempuan dan anak-anak Papua,” kata Pendeta Jemima.
Pendeta Jemima mengharapkan, kedepan harus bersatu dalam pemikiran bersama terutama kepada perempuan atau laki-laki yang kawin di luar.
“Misalnya dengan saudara-saudari di Tobati, Enggros, Kayo Pulo, Sentani, Keerom, Sarmi dan lainnya. Semua demi keberlangsungan generasi Papua mendatang,” tutup Pendeta Jemima. [] Alfonsa Wayap