TIFFANEWS.CO.ID,- Generasi milenial Papua Tengah kelak akan menjadi pemimpin, baik sebagai pemimpin diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat. Akan tetapi, untuk menjadi pemimpin itu, sejak sekarang, generasi Papua Tengah harus belajar untuk memenehui beberapa persyaratan, sehingga tidak hanya menjadi pemimpin melainkan pemimpin yang sukses.
Vice President & Technical Affairs Community Affairs PTFI Arnold Benediktus Kayame mengatakan hal itu dalam bincang-bincang dengan tiffanews, di Jakarta, Senin (4/9).
Menurut Arnold, perubahan yang dibawa oleh kemajuan digital saat ini telah mendorong terjadinya disrupsi dalam berbagai bidang yang berpengaruh kuat bagi generasi milenial bagi kehidupan umat manusia, termasuk generasi milenial.
Disrupsi ini suatu istilah asing, tapi sudah akrab dengan kita yang menunjukan perubahan yang masif, cepat, dengan pola yang sulit diprediskis. Tentu saja perubahan yang cepat dan sulit diprediksi ini menghendaki setiap orang untuk mampu menyesuaikan diri, bekerja sama dalam suatu kehidupan yang berkelanjutan.
“Kesadaran ini harus kita punya, sehingga kita sudah dari awal dapat mengantisipasinya,,” ujar Arnold ,putra Papua Tengah ini.
Arnold menyebut tiga prilaku sekaligus metode yang harus dipersiapkan yakni adaptif, berkelanjutan dan kolaborasi. Ketiga hal ini disingkatnya sebagai ABK.
“Adaptifmenyangkut tunutan untuk selalu belajar hal-hal baru. Adaptif ini penting karena pemimpin harus dapat dan dengan mudah menyesuaikan diri dengan keadaan. Tapi ingat, bukan sekedar ikut arus, tapi dijalani atas dasar kebebasan dan tanggungjawab. Jadi ada kematangan diri di situ,” kata suami Elizabeth Indrawati Gunawan ini.
Menurutnya, kemampuan seorang pemimpin adalah berpikiran global berhati lokal, artinya bahwa harus mempunyai kemampuan dalam melihat keunggulan daerah dan potensi masyarakatnya untuk dioptimalkan menjadi keunggulan daerah dan mempunyai nilai kompetitif dan berkelanjutan.
“Bagian ini menjadi bagian penting dalam proses pembangunan daerah dan masyarakat,”ujarnya.
Bagaimana dengan berkelanjutan? Kata mantan Ketua Senat FH Unika Atmajaya Jakarta ini, pemimpin masa depan harus sensitivf dengan lingkungan, social dan ekonomi masyarakat sekitarnya, juga hidup generasi setelah dirinya.
“Orang harus memastikan bahwa apa yang dia lakukan berdampak pada kehidupan jangka panjang dan berdampak bagi orang-orang disekitarnya. Pemahaman pada dimensi ruang dan waktu semacam ini akan memberikan keberlanjutan pada hidup manusia,” ujarnya.
Arnold menjelaskan, dalam pemahaman akan hidup yang berkelanjutan, memungkinkan setiap orang bisa melakukan perencanaan dalam hidupnya baik untuk dirinya sendiri atau dirinya dengan lingkungan sosial.
Sementara kolaborasi, Arnold menjelaskan bahwa kerja sama yang kuat antara berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, masyarakat, sektor swasta, dan organisasi non-pemerintah, merupakan cara yang dimunkinkan untuk mencapai tujuan pembangunan bersama.
Ini berarti bekerja secara bersama-sama untuk mengidentifikasi masalah, merancang solusi, dan melaksanakan program atau proyek yang saling mendukung.
“Di Papua Tengah, kolaborasi dibutuhkan untuk mengatasi tantangan kompleks, seperti ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, konflik, dan perlindungan lingkungan,”kata Arnold.
Dia menjelaskan, kolaborasi yang efektif harus juga mencapai sinergisitas di mana berbagai komponen atau entitas bekerja bersama-sama dengan lebih baik daripada jika mereka bekerja secara terpisah.
Sinergi memungkinkan penggabungan sumber daya, pengetahuan, dan keahlian untuk mencapai hasil yang lebih besar daripada yang dapat dicapai oleh individu atau kelompok yang beroperasi secara terpisah.
“Dalam konteks Papua Tengah, sinergi dapat membantu memaksimalkan penggunaan sumber daya yang terbatas untuk mempromosikan pembangunan yang berkelanjutan dan merata,” katanya.
Dia mengatakan, metode ABK dapat digunakan untuk menyelesaikan persoalan pembangunan Papua Tengah, karena bagaimanapun Papua Tengah tidak lepas dari perubahan yang tengah terjadi kini.
“Misalnya, adaptif berarti dapat merspon perubahan secara flesibel, berkelanjutan berarti menjaga keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, pelestarian budaya, dan perlindungan alam untuk mewujudkan masa depan yang sejahtera bagi semua penduduknya. Dan kolaboratif membantu memaksimalkan penggunaan sumber daya yang terbatas untuk mempromosikan pembangunan yang berkelanjutan dan merata,” jelasnya.
Dia mengharapak generasi milenial tak menyerah, bahkan menjadikan perubahan ini sebagai kesempatan untuk lebih menunjukan jatidiri dan tanggungjawab kepada sesama. (*bn)