Oleh Agus Sumule
Pengajar Universitas Papua
Kita semua telah mengetahui, bahwa kelancaran pembangunan sektor Pendidikan (Papua Cerdas), Kesehatan (Papua Sehat) dan Ekonomi (Papua Produktif) ke depan sangat ditentukan oleh ketersediaan fasilitas perhubungan yang memungkinkan terjadinya: (1) mobilitas orang (guru, tendik, dokter, nakes, petugas pemerintah, kepala dan staf distrik, penyuluh, dll) dan (2) mobilitas barang (barang produksi masyarakat seperti kopi, atau barang-barang pembangunan: buku, obat, alat, dll) dengan baik dan lancar.
Di Tanah Papua terdapat sekitar 400 landasan/lapangan pesawat kecil. Lapangan-lapangan terbang tersebut sesungguhnya adalah pusat peradaban masyarakat Papua di kampung-kampung. Banyak kampung yang terbentuk di sekitar atau tidak jauh dari lapangan terbang.
Kalau di kampung-kampung itu sekolah dan klinik kesehatan dibangun atau dioptimalkan (karena sudah ada sekolah/klinik), maka dengan mengoptimalkan layanan perhubungan udara — baik yang mendarat di lapangan terbang darat, maupun di sungai — kinerja pembangunan pendidikan, kesehatan dan ekonomi kerakyatan, serta pemerintahan pasti meningkat signifikan.
Ada beberapa jenis pesawat yang banyak dioperasikan di daerah pedalaman Papua, yaitu Pilatus PC-6, Pilatus PC-12, Cessna Grand Caravan, dan Kodiak. Dari Yajasi (salah satu misi penerbangan yang telah berkarya di Papua sejak awal 1970-an) saya memperoleh beberapa data penting sebagai berikut:
Harga pesawat:
Pilatus PC-12: 3,995,000 USD ~ Rp 58,327M
Pilatus PC-6: 1,900,000 USD ~ Rp 27,740M
Cessna Grand Caravan 208: 2,495,000 USD ~ Rp36,427M
Kodiak: 958,553 USD ~ Rp 14,875M
Rata-rata Total Biaya operasi pesawat per tahun:
(depresiasi pesawat termasuk propeller, hanger, tools, radio maintenance, license, dan general overhead)
Pilatus PC12: Rp7,439M
Pilatus PC6: Rp4,249M
Cessna Grand Caravan: Rp4,184M
Kodiak: (diperkirakan) Rp4M.
Ada beberapa alternatif procurement pesawat-pesawat di atas: (1) dibeli tunai oleh pemerintah; (2) lease/disewa dari perusahaan leasing pesawat; atau (3) lease to buy.
Untuk menutup (sebagian) biaya operasi bisa diminta kontribusi dari Kementerian Perhubungan yang setiap tahun memberikan subsidi angkutan udara ke Papua sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 79 Tahun 2017 sebagaimana yang telah diubah dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 66 Tahun 2020 Tentang Kriteria dan Penyelenggaraan Kegiatan Angkutan Udara Perintis dan Subsidi Angkutan Udara Kargo.
Kementerian BUMN seyogyanya dapat diajak serta dalam upaya memperoleh pesawat-pesawat di atas (baru maupun bekas) — termasuk dengan pemanfaatan CSR-nya.
Semoga tulisan ini bermanfaat