Oleh Paskalis Kossay
Saat ini adalah musiman pemasangan baliho, spanduk dan atribut milik Caleg ( calon legislatif ) dan partai politik serta calon presiden dan wakil presiden. Sudah lumrah, momentum menjelang Pemilu, selalu diwarnai dengan hiasan palat peraga kampaye warna-warni terpampang muka-muka Caleg dan muka Capres/Cawapres di sudut kota.
Itulah dinamika Pemilu yang tak bisa dihindarkan lagi. Walau semua tahu, ketika tiba waktunya datang pemilihan, pengaruhnya tidak seberapa mendongkrak perolehan suara pada Caleg yang bersangkutan. Tapi itulah peragaan alat kampanye sudah jadi tuntutan pesta demokrasi sebagai bukti calon dapat dilihat orang, termasuk menujukkan ketokohannya tertentu.
Kalau dilihat lebih jauh lagi, sebenarnya, pemasangan baliho, spanduk dan atribut lain, hanyalah bentuk move politik. Orang sadar bahwa keinginan untuk mendongkrak suara melalui sejumlah alat peraga kampaye tidak terlalu signifikan mengantar si caleg melenggang pada kursi singgasana. Di balik semua itu ada satu lagi faktor yang lebih menentukan, yaitu faktor money politic atau politik uang
Money politic salah satu unsur kekuatan dominan yang menentukan jadi dan tidaknya seorang caleg melenggang ke lembaga kekuasaan baik eksekutif maupun legislatif. Calon yang melek politik lagi cerdas, tetapi tidak didukung dengan faktor money politic, belum pasti terpilih menjadi anggota terhormat baik eksekutif maupun legislatif.
Praktek Money politic rupanya menjadi mimpi buruk bagi perjalanan demokrasi di Indonesia.Sekalipun ditentang dan dianggap sebagai kecurangan dan tak sepatutnya, diam-diam setiap pelaku politik tengah merancang skenario permainan politik uang. Tidak sedikit uang yang disiapkan sampai nilai puluhan juta, ratusan juta bahkan triliunan rupiah.
Money politic sebentulnya merusak hakekat demokrasi yang sebenarnya. Demokrasi yang identik dengan suara rakyat, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat itu dikalahkan oleh kekuatan politik uang. Sampai kapan kemurnian Demokrasi Indonesia terus dikukung oleh permainan money politik ? Sepertinya sampai ayam tumbuh tujuh gigipun tidak akan berubah.
Money politic sebenarnya adalah pancaran buruk mentalitas kita orang Indonesia. Selama mental masih buruk, selama itu pula praktek money politic dalam demokrasi Indonesia tetap berlangsung.
Kesadaran untuk menolak politik uang merupakan jalan terbaik untuk menciptakan demokrasi Indonesia yang lebih baik. Di samping itu, sistem penyelenggaraan Pemilu diubah dari Pemilu konvensional ke Pemilu berbasis IT ( e-election ) yang memungkinkan praktek money politic dapat diminimalisir. Karena besar kemungkinan setiap calon bisa mendapat suara langsung dari pendukungnya, bukan dari hasil transaksi politik uang.
Dengan demikian, pemilu memiliki tingkat kredibilitas, integritas dan kualitas pelaksanaan Pemilu secara baik dan dapat menghasilkan produk yang berkualitas pula. Caleg yang terpilih atau Capres/Cawapres yang terpilih benar-benar orang yang terpercaya dan berkualitas. Sehingga dalam kepemimpinannya nanti nasib masa depan negara ini bisa semakin maju.
Paskalis Kossay, Kolumnis