TIFFANEWS.CO.ID,- Perempuan Papua Pegunungan terus berkarya mewujudkan kesetaraan, salah satunya melalui pendirian Sekolah Menengah Kejuran (SMK) khusus perempuan di Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan.
Sekolah yang dibuka ini, memiliki peluang kerja ke depan dengan cara mempersiapkan perempuan untuk membuka lapangan kerja.
SMK Yapesli dalam menyiapkan pelajaran yang akan dilakasanakan di sekolah, lebih fokus pada ekonomi keluarga, karena itu yang diajarkan nantinya adalah pengetahuan tentang mengelolah makanan yang bergisi, dan tata busana. Setelah tamat nanti, mereka dapat membuka usaha di bidang tata boga, menjahit atau tata rias,salon dengan nuansa kearifan lokal.
Para siswa yang diterima di sekolah ini usia 15 sampai 17 tahun. Para perempuan yang putus sekolah di SMP pun diterima untuk didik dan dibina di sekolah kami.
Sekolah berpola asrama ini, mengikuti sekolah-sekolah yang didirikan misionaris tempo dulu. Para siswa tak hanya diberikan mata pelajaran di sekolah, tapi juga dibina secara rohani, , termasuk etika dan sopan santun yang kemudian dipraktikan di lingkungan terdekat seperti asrama.
Pendiri sekolah ini, Erefina Suhuniap,AmD, Marlince Anggelina Sp.d, dan Anike Alwolka, S.Ip,AM.PD, bertekad untuk menjadikan lulusan sekolah ini sebagai pelaku pembangunan masyarakat.
Ketiga pendiri ini adalah perempuan asli Papua Pegunungan. Marlince Anggelina dari Jayawijaya, Anike Alwolka dari Pegunungan Bintang dan Erefina Suhuniap dari Yahukimo. SK pendirian tanggal 23 April 2024 dengan mitra sekolah yaitu Yayasan Yapesli Papua Indonesia.
“ Harapan kami,”Kami perempuan pegunungan tidak saja menjadi pelengkap dalam penderitaan ini. Tapi, jadi pelaku dalam pembangunan,” kata Erefina Suhuniap
Sekolah yang didirikan atas kerja sama dengan Yayasan Suku Yali (Yapesli) bergerak di bidang pendidikan ini merupakan sekolah yang Sekolah ke 65 yang didiriakn Yapesli.
Dengan pembina utama Naftali Mabel, Yapesli bermitra dengan organisasi PPT-PPP untuk menghadirkan sekolah ini.
Sambil menunggu adanya bangunan yang permanen kedepan, saat ini SMK Yapesli berparael satu atap dengan SMK pariwisata. Penting dan strategisnya sekolah khusus perempuan ini, oleh para pendiri diyakini kedepan akan bermitra ke pemerintah dan swadaya lainnya.
“Dengan diberikannya SK, maka para kami siap membuka mejalankan tiga jurusan yaitu tata boga, menjahit (busana) atau tata rias,” kata Anike Alwoka
Kepala Sekolah SMK Perempuan Papua Pegunungan, Marlince Siep, mengaku, SMK ini, bertujuan membangun kesadaran bersama akan pentingnya life skill—keterampilan hidup perempuan yang diasa melalui sekolah kejuruan baik itu jurusan tata boga, menjahit dan tata rias.
Untuk angkatan pertama, jadwal penerimaan siswi baru, mulai tanggal,1-20 Juni 2024 mendatang. Sekolah yang dikhususkan hanya perempuan, bakal mengakomodir siswi dari 8 kabupaten yang ada di Provinsi Papua Pegunungan.
Adanya SMK baru, merupakan bagian dari kerja-kerja organisasi perempuan Pegunungan Tengah di Provinsi Papua Pegunungan (PPT-PPP) yang memperjuangkan kesetaraan perempuan di berbagai lini pembangunan.
Anike mengatakan, semua proses jalannya sekolah ini akan lebih banyak diampuh oleh perempuan. Mulai dari guru, kepala sekolah, administrasi dan operator adalah perempuan.
“Tentunya, tidak terlepas dari peran serta laki-laki dalam kerja-kerja ke depan. Tapi, setidaknya, perempuan memulai dulu,” ujar Anike.
Sekolah SMK bermitra dengan Yayasan Yapesli Papua Indonesia (Yapesli). Yayasan yang fokus di bidang pendidikan dan lintas denominasi gereja.
Selain sekolah, juga akan ada asrama putri. Sekolah berpola arsama. Suhunia dan Siep berkaca pada pola pembinaan berasrama yang dialami oleh orangtua mereka sebelumnya.
“Jadi, antara sekolah dan asrama merupakan satu kesatuan pembinaan yang bercermin pada orangtua kami sebelumnya yang dibina dalam pola asrama,”kata Suhuniap.
“Ketika mereka selesai sekolah dan keluar dari asrama. Mereka memiliki kecakapan hidup, disiplin. Dari pengalaman itu, hingga hari ini kami ada. Kami melihat asrama sebagai laboratorium, pembentukan karakter anak yang baik. Itu yang kami akan terapkan.”
Ketiga pendiri sekolah ini mengakui di tengah perjalanan ketika gagasan awal dimulai ada tanggapan remeh dan pesimis dari berbagai kalangan. Namun, hal itu tak membuat para konseptor SMK ini, patah arang.
“Bagi kami, kritik itu bagian dari perhatian. Kami tetap optimis, terus bergerak maju. Dengan semangat perempuan bergerak menata kehidupan hari ini, esok dan akan datang,” tutur Suhuniap.
Untuk menjawab itu, diperlukan ruang yang setara. Perempuan bukan lagi menjadi saksi pembangunan, tetapi perempuan harus terlibat dalam aksi pembangunan.
“Kami perempuan gunung tidak lagi menjadi objek pembangunan yang didonimasi laki-laki. Perempuan adalah penggerak perekonomian. Roda pembangunan hari ini, tidak terlepas dari peran perempuan,”tutur Siep.
“Perempuan adalah penggerak ekonomi keluarga. Dan melahirkan generasi Papua, hari ini dan akan datang,’ ujar Siep.
“Nah, untuk yang sifatnya praktek pada tiga jurusan. Menurut, Siep,”Kalau selama ini dimulai dengan teori. Kita akan balik, praktek duluan. Contoh, membuat kue, masak daging atau menjahit. Kami akan menilai sejauh mana keterampilan dasar yang dimiliki sisiwi sebelum masuk SMK,” tambah Siep.
Dan dari hasil itulah mereka akan membuat laporan berupa jurnal. Sekaligus melatih literasi menulis siswi. Sementara mata pelajaran umum seperti, IPA, IPS dan lainnya tetap jalan.
Jadi ada tiga jurusan yaitu tata boga,tata rias dan sekolah berkonteks apresiasi terhadap budaya.
Terkait tata cara siswi belajar, teori hanya akan diberikan 30 persen dan 70 persennya lebih pada praktek.
Rencannya, ada hari budaya, hari yang dikhususkan mengapresiasi kearifan lokal masyarakat. Di hari itu, seluruh siswi diwajibkan mengenakan busana budaya.
Tak hanya itu, akan pula dijadwalkan setiap minggu ada agenda pagelaran busana per-wilayah. Wilayah adat I meliputi kabupaten Yalimo,Yahukimo, Pegunungan Bintang. Utara, Lani Jaya, dan Tolikara. Dari situ, siswi belajar mengidentifikasi pakaian tradisional per-wilayah.
“Dalam perosesnya nanti. Kami akan lakukan evaluasi dan revisi. Sebagai bagian dari tahap belajar-mengajar SMK Perempuan Papua Pegunungan,” tutup Siep. []Alfonsa Wayap