TIFFANEWS.CO.ID,-Untuk menjumpai Sri Paus Fransiskus di Vanimo, Papua New Guinea tak semudah yang dibayangkan tiga perempuan Papua ini. Kendati akhirnya, sempat bertemu di sisa waktu acara, ketiganya tetap merasa sukacita dan meninggalkan kesan mendalam.
Tiga perempuan Papua itu, Noni Natalia Povai, Marlin Povai dan Nona Povai. Ketiganya menggunakan satu paspor untuk melintasi perbatasan menuju Vanimo, Minggu, (8/9/2024).
Menurut Natalia perjalanan untuk sampai ke Vanimo tidak semulus yang mereka bayangkan semula. Tiba di imigrasi PNG, mereka sempat dicekal.
,”Untuk bertemu Bapa Paus Fransiskus, kami sempat tidak diijinkan masuk karena hanya satu paspor. Dan kami paling terakhir dari semua umat,” ujar Noni.
Untuk menyeberang ke Vanimo di terminal Wutung, sudah tidak ada kendaraan. Semua sudah diberangkatkan secara beriringan bersama sekitar 500 umat lainnya yang datang dari Jayapura dan beberapa daerah lainnya di Papua.
Kepada media ini, yang menjumpai mereka bertiga yang sedang menunggu jemputan di Skouw perbatasan RI-PNG, sepulang dari Vaniomo, Senin,(9/9/2024), Natalia mengatakan, saat mereka hendak pergi ke Vanimo, di terminal tidak ada kendaraan.
“ Hampir setengah jam menunggu. Akhirnya, dua kendaraan pun datang,” katanya.
Dengan kendaraan itu, lanjut Natalia, akhirnya mereka diberangkatkan ke Vanimo.
Dua jam perjalanan dari Wutung menuju Vanimo.
Namun, di tengah perjalanan, tepatnya di Pos Kedua, mereka diturunkan.
“Kami diturunkan di tengah jalan. Jaraknya sekitar satu kiloan untuk sampai ke lapangan,” kata Natalia.
Karena jaraknya tidak terlalu jauh, akhirnya mereka putuskan untuk berjalan kaki sampai ke lapangan tempat digelarnya misa bersama Paus Fransiskus.
“Kami berjalan kaki sekitar setengah kilometer. Berjalan dengan penuh harapan dapat berjumpa Bapa Paus Fransiskus. Kami yakin, Roh Kudus pasti menolong kami,”ujar Noni.
Saat tiba, Paus Fransiskus sudah diarak meninggalkan lapangan menuju kendaraannya.
Ketika itu, Noni dan beberapa umat lainnya sempat berpasan dengan Paus Fransiskus.
Usaha mereka tidak sia-sia. Meski hanya melambaikan tangan dan menyapa dari jarak dekat, ketiganya merasa sungguh berkesan.
“Ada sukacita mendalam yang kami rasakan,” ungkap Noni.
”Kami merasa disapa secara nyata. Dan sangat terharu dan senang, kami telah berjumpa dengan bapa perdamaian dunia,” lanjutnya.
Bagi ketiganya, perjuangan dan perjumpaan dengan Paus Fransiskus adalah satu kenangan dan menjadi sejarah dalam hidup mereka yang tak akan terlupakan.
Kesan haru Natalia dan Marlin tentang pesan perdamaian dari Paus Fransiskus,”Hanya melalui doa dan pertobatan. Kami bisa keluar dari berbagai pergolakan persoalan di tanah Papua. Dengan cara itulah ada kedamaian di atas negeri kita ini. []Alfonsa Wayap