TIFFANEWS.CO.ID – Dugaan pelanggaran pemilu mencuat terkait penyaluran bantuan sosial (bansos) oleh Pemerintah Kabupaten Merauke menjelang hari pemilihan kepala daerah (Pilkada) Papua Selatan pada 27 November 2024.
Penyaluran bantuan yang berlangsung pada pagi ini, Selasa (26/11/2024), menuai sorotan tajam, termasuk dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Papua Selatan. Apakah bantuan ini hanya kebetulan atau sengaja diselipkan untuk memengaruhi suara rakyat?
Ketua Bawaslu Provinsi Papua Selatan, Marman, menjelaskan bahwa sesuai surat edaran Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tertanggal 13 November 2024, seluruh penyaluran bantuan sosial diminta untuk ditunda hingga pemilihan selesai. Namun, kenyataan di lapangan berkata lain. Pemerintah Kabupaten Merauke tetap menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) pagi ini, memunculkan spekulasi adanya upaya memanfaatkan bantuan untuk kepentingan politik.
“Bawaslu Provinsi Papua selatan melalui Bawaslu Kabupaten Merauke telah menyurat kepada pemerintah daerah Kabupaten Merauke meminta penundaan Bantuan BLT hingga selesai masa pemilihan. Selanjutnya, dari pemerintah Kabupaten Merauke juga sudah membalas surat kepada Bawaslu terkait dengan penundaan penyaluran bantuan sosial tertanggal 26 November 2024. ,” ujar Marman di Desk Pemilu Provinsi Papua Selatan pada Selasa (26/11/2024) siang.
Namun, pertanyaan besar tetap menggantung: mengapa bansos tetap sempat disalurkan, dan apakah ada aktor politik di balik ini?
Diduga Libatkan Salah Satu Calon Gubernur
Dugaan keterlibatan salah satu calon gubernur Papua Selatan juga mencuat. Saat ditanya wartawan, Ketua Bawaslu tak menampik kemungkinan tersebut, namun menyatakan bahwa proses penelusuran sedang berlangsung.
“Kami masih di dalam penelusuran,” ungkapnya.
Ketika ditanya tentang jumlah bantuan yang disalurkan, Marman mengatakan bahwa bantuan tersebut bernilai sekitar Rp2 juta per orang. Namun, berapa jumlah penerima bansos hingga kini belum diketahui secara pasti.
“Pembayaran dilakukan oleh Bank Papua berdasarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang ditandatangani oleh Bupati,” tambahnya.
Apakah Ini Pelanggaran?
Insan pers terus mengejar, mempertanyakan apakah penyaluran bansos ini sudah bisa dikategorikan sebagai pelanggaran pemilu. Ketua Bawaslu menjelaskan bahwa penyelidikan teknis masih dilakukan, termasuk memastikan pihak-pihak yang terlibat dalam perintah pencairan bansos.
“Kami sudah menghubungi Dewan Komisaris Bank Papua di Jayapura untuk menelusuri proses pencairan dana ini. Perintah pembayaran dilakukan berdasarkan SP2D yang keluar dari Pemerintah Kabupaten Merauke, tetapi bentuk SP2D saya belum tahu,” ujar Marman.
Fakta bahwa bansos sempat disalurkan sehari sebelum Pilkada tak pelak menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat. Apakah ini sekadar kebetulan administratif atau ada strategi politik tertentu untuk memengaruhi pilihan rakyat?
Dugaan keterlibatan calon gubernur tentu memperkeruh suasana, apalagi bansos menyasar masyarakat ekonomi lemah yang suaranya sering kali menjadi penentu dalam pemilihan. Penyaluran bansos yang dihentikan di tengah jalan setelah Bawaslu turun tangan menambah teka – teki baru.
Hingga kini, masyarakat Papua Selatan masih menunggu langkah tegas dari Bawaslu dan aparat penegak hukum.
Proses klarifikasi dan penelusuran harus segera dilakukan agar kebenaran dapat terungkap dan integritas Pilkada tetap terjaga.
Satu hal yang pasti, persoalan bansos ini menjadi catatan di tengah upaya menciptakan pemilu yang bersih dan jujur. Mampukah Bawaslu mengungkap tuntas dalang di balik kejadian ini, atau kasus ini akan tenggelam seperti banyak dugaan pelanggaran lainnya? Mari kita tunggu hasil penyelidikan! (Ron)