TIFFANEWS.CO.ID,- Pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka didesak untuk menunjukkan komitmennya terhadap perbaikan kehidupan keluarga nelayan di Indonesia dengan memprioritaskan perbaikan akses air bersih, sanitasi dan penanganan persampahan di kawasan pesisir. Aspirasi ini mengemuka dalam Rembuk Nasional Perempuan Pesisir yang dilaksanakan oleh Koalisi Masyarakat untuk Air & Sanitasi Berkeadilan dan Inklusif, atau Just-In Wash Coalition Indonesia, di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta, Rabu (11/12/2024), kemarin.
Ketua Just-In Wash Coalition Indonesia, Rosinah menyatakan bahwa kondisi kehidupan keluarga nelayan Indonesia yang mendiami wilayah pesisir di sepanjang garis pantai Indonesia saat ini sedang berhadapan dengan berbagai tantangan yang mengancam kehidupan mereka. Tantangan itu antara lain semakin meningkatnya dampak perubahan iklim di wilayah pesisir, tingkat kesejahteraan keluarga nelayan yang masih rendah dan kondisi layanan dasar air bersih, sanitasi dan penanganan sampah lingkungan yang sangat tidak layak untuk keberlanjutan kehidupan keluarga nelayan.
Menurut Rosinah, yang juga Ketua Umum KPPI, kebijakan pemerintahan baru untuk mengangkat harkat dan martabat keluarga nelayan Indonesia sebagai kontributor penting penyediaan gizi keluarga Indonesia adalah satu batu ujian untuk membuktikan komitmen pemerintahan Prabowo terhadap kesejahteraan rakyat.
“Di tengah situasi tersebut, ibu-ibu nelayan yang selama ini bekerja dalam proses produksi perikanan keluarga nelayan tradisional sekaligus bertanggungjawab mengurus domestik rumah tangga nelayan adalah penanggung beban terbesar dari kondisi yang ada. Bersama anak-anak nelayan, mereka juga menjadi pihak yang paing rentan untuk terjangkiti dengan berbagai penyakit yang berkaitan dengan kondisi air dan sanitasi yang buruk. Perempuan pesisir Indonesia betul-betul mengharapkan pemerintah memberikan jawaban terhadap situasi yang terus kami alami,” tegas Rosinah.
Sejak 2019 lalu, Koalisi Masyarakat untuk Air & Sanitasi Berkeadilan, Inklusif dan Berkelanjutan (Just-In WASH Calition Indonesia) yang terdiri dari Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI), Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Perkumpulan Inisiatif, Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas FITRA) dan International Budget Partnership (IBP) mendorong pemerintah agar lebih memperhatikan permasalahan yang dialami oleh masyarakat pesisir, khususnya terkait dengan kehidupan dan penghidupan nelayan kecil dan tradisional, termasuk akses atas air bersih dan sanitasi yang layak dan aman bagi perempuan pesisir di Indonesia. Perempuan yang berdomisili di wilayah pesisir kekurangan akses terhadap air bersih dan sanitasi disebabkan sumber daya publik belum dikelola secara adil dan efektif.
Ketua Umum KNTI, Dana Setiawan, berpandangan bahwa peran perempuan dalam ekosistem perikanan dan kelautan sangat penting dan strategis, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Peranannya terbentang dari mulai memproduksi ikan hingga mengolah dan memasarkan. Perempuan Pesisir juga berperan penting dalam menjaga kebutuhan gizi keluarga. Karena itu, kebijakan kelautan dan perikanan harus menyasar secara khusus dampaknya bagi perempuan.
“Masalah sanitasi, akses air, dan kesehatan pemukiman Pesisir merupakan hal paling mendasar. Sayangnya, infrastruktur sanitasi, air bersih, dan pengelolaan sampah di pemukiman Pesisir sangat buruk dan memprihatinkan. Saya setuju yang dikatakan Presiden Prabowo, ‘buat apa Indonesia masuk jadi anggota G20 tapi rakyatnya miskin dan gak punya WC. Buat apa masuk OECD tapi masyarakat pesisir gak bisa mengakses air bersih. Tidak ada gunanya’,” kata Dani.
Wakil Sekretaris Jenderal FITRA, Ervyn Young, mengatakan bahwa kebijakan dan program pemerintah untuk perbaikan akses air dan sanitasi sejauh ini memang masih belum cukup kuat. DIbandingkan dengan komitmen global SDGs/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan untuk mewujudkan air minum dan sanitasi layanan dasar aman 100 persen pada 2030 nanti, target pemerintah untuk akses air minum dan sanitasi aman nasional dan sanitasi layanan dasar AMAN aman bisa dibilang masih sangat rendah. Agenda SDGs 2030 pemerintah Indonesia saat ini menargetkan kondisi air minum aman nasional hanya 45 persen dengan 50 persen jaringan perpipaan, dan target nasional sanitasi aman paling tinggi cuma 30 Persen. Rendahnya target SDGs tersebut berkonsekuensi pada lambannya pemenuhan air dan sanitasi masyarakat, khususnya di wilayah pesisir.
Menurut Ervyn, saat ini wilayah pesisir yang pada dasarnya menyimpan masalah masih sangat buruknya akses air bersih dan sanitasi, justru belum menjadi prioritas kebijakan pemerintah. Program dan anggaran pemerintah dari pusat hingga daerah sama sekali tidak memiliki nomenklatur ‘pesisir’, karena yang digunakan umumnya adalah nomenklatur wilayah ‘perdesaan’, ‘perkotaan’ dan wilayah ‘terpencil’. Sementara dari sisi anggaran, kata Ervyn, anggaran untuk penanganan air dan sanitasi yang bersumber dari pemerintah pusat masih sangat terbatas.
“Umumnya anggaran untuk program WASH ini bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang sangat minim. Padahal, sumber pendanaan program ini di daerah sangat minim. Pada beberapa daerah, APBD hanya menganggarkan tak lebih dari 0,6 persen dari APBD untuk perbaikan akses air bersih dan sanitasi masyarakat. Pemerintah sejauh ini masih sangat mengandalkan program dan bantuan dari pihak lain,’ katanya.
Padahal, berdasarkan Survey pendataan keluarga nelayan tradisional di 26 kabupaten/kota serta pemetaan partisipatif yang dilaksanakan di 5 wilayah pesisir (Kampung 05 Bagan Deli dan Kampung Nelayan Sebrang Kota Medan, Kampung Dadap-Kabupaten Tangerang, Semarang Utara-Kota Semarang, Kwanyar Kabupaten Bangkalan, dan Jerowaru-Kabupaten Lombok Timur) oleh KPPI dan Perkumpulan INISIATIF (2023), akses atas air minum dan air bersih, fasilitas sanitasi, dan pengelolaan sampah di wilayah pesisir sangatlah memprihatinkan. Selain itu, wilayah-wilayah tersebut mengalami kenaikan ketinggian muka air laut akibat dari dampak perubahan iklim.
Di samping itu, menurut Wulandari, Anggota Dewan Pimpinan Perkumpulan Inisiatif, kesempatan perempuan dalam pengambilan keputusan masih minim, termasuk di ruang perencanaan penganggaran di tingkat desa maupun kabupaten/kota (musyawarah desa dan musyawarah perencanaan pembangunan). Akibatnya kebutuhan-kebutuhan komunitas nelayan dan pesisir, termasuk WASH terkendala untuk diakomodasi.
Donny Setiawan dari International Budget Partnership (IBP) Indonesia, berpandangan bahwa rendahnya prioritas anggaran untuk pemenuhan WASH di kawasan pesisir haruslah menjadi perhatian penting pemerintah. Upaya mengurangi stunting, memberantas kemiskinan dan mengurangi ketimpangan di Indonesia tak mungkin dilakukan dengan mengabaikan situasi rendahnya pelayanan dasar di kawasan pesisir. Menurutnya, di tengah keterbatasan fiskal pemerintah, perbaikan public finance management (PFM) penting mendapat perhatian pemerintah. Namun ia menekankan pentingnya pendekatan multisektor (antar-kementerian) dan penguatan kolaborasi para-pihak untuk mempercepat pemenuhan akses air bersih dan sanitasi yang aman di Indonesia.
“Kami menyerukan adanya kolaborasi yang lebih substantif antar berbagai pihak. Namun bagaimanapun juga, pembangunan sosial untuk pemenuhan akses WASH masyarakat ini harus berangkat dari kebijakan universal berjangka panjang yang dipimpin oleh pemerintah, alih-alih hanya menyerahkannya kepada inisiatif pekerja sosial dan dukungan program kemitraan pembangunan maupun pihak swasta,” katanya.
Rembuk Nasional Perempuan Pesisir yang dilaksanakan hari ini dihadiri oleh perwakilan pengurus KPPI daerah yang saat ini tersebar di 16 provinsi, sejumlah pimpinan organisasi masyarakat sipil tingkat nasional dan pejabat dari sejumlah Kementerian lembaga seperti Bappenas, Kementerian Keuangan, Kemendagri, Kementerian PU, Kementerian Perkim, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Desa & PDT. Dalam forum yang berlangsung sehari penuh tersebut, perempuan pesisir menyampaikan aspirasi mereka untuk akselerasi perbaikan akses air dan sanitasi kawasan pesisir. Ikut hadir sebagai penanggan utama yakni Staf Khusus Wakil Presiden RI, Tina Talisa, yang hadir mewakili Bapak Wakil Presiden. Pelaksanaan Rembuk Nasional ini sebelumnya telah diawali dengan Pekan Aspirasi Perempuan Pesisir di berbagai daerah pada September lalu, yang dikuti oleh ribuan perempuan pesisir dan keluarga nelayan. Dalam forum tersebut, perempuan pesisir mendialogkan aspirasi mereka untuk kondisi air, sanitasi dan penanganan sampah yang lebih baik di wilayah pesisir dengan OPD Pemda terkait, DPRD, Pemdes dan perwakilan Ombudsman RI. (*)