TIFFANEWS.CO.ID – Ketua Majelis Rakyat Papua (MRP) Papua Selatan Damianus Katayu, menegaskan pentingnya regulasi untuk mengontrol arus masuk dan keluar penduduk di Provinsi Papua Selatan. Hal ini disampaikannya dalam wawancara eksklusif Tiffanews di kantor MRP pada Jumat (14/3/2025).
Hal ini pernah diungkapkan Katayu pada uji publik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Salah satu isu yang dibahas dalam forum tersebut adalah dampak transmigrasi terhadap masyarakat lokal.
Damianus Katyu, mengatakan bahwa MRP menolak program transmigrasi karena ketimpangan dalam status kepemilikan tanah antara kampung lokal dan kampung eks transmigran. Selain itu transmigrasi juga dianggap menimbulkan berbagai permasalahan sosial.
“Kampung-kampung lokal memiliki status kepemilikan tanah yang tidak jelas dibandingkan dengan kampung eks-transmigrasi. Sehingga saat itu kami menolak dan lebih memilih mendukung pemberdayaan transmigrasi lokal,” ucap Katayu.
Damianus menyampaikan bahwa dalam uji publik RPJMD, salah satu permasalahan yang dipetakan Bapperinda Provinsi Papua Selatan adalah arus masuk keluarnya manusia, sehingga diharapkan ini bisa dijadikan dalam sebuah regulasi agar memproteksi masyarakat lokal.
Namun meskipun transmigrasi ditolak, arus migrasi tetap terjadi secara masif dan tidak terkendali. Arus keluar-masuk penduduk melalui jalur udara maupun laut masih sulit dipetakan secara sistematis. Oleh karena itu, Damianus menilai pentingnya peran Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) dalam menyusun regulasi yang bisa mengontrol pergerakan penduduk baru.
“Salah satu strategi yang bisa diterapkan melalui Dukcapil misalnya jika ada orang yang baru yang datang ke sini, belum sampai satu tahun, belum boleh dulu bekerja ! Prioritasnya tetap kepada Orang Asli Papua (OAP) dan non-OAP yang sudah lama tinggal di sini,” jelasnya.
Selain itu, dirinya juga menyoroti pentingnya pengawasan dalam penerbitan Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi pendatang baru. Dalam rekrutmen CPNS, misalnya, Majelis Rakyat Papua (MRP) meminta agar kuota bagi non-Papua diperuntukkan bagi mereka yang lahir dan besar di Papua Selatan, bukan bagi orang yang baru datang.
“Hal-hal seperti ini harus kita proteksi, terutama akses terhadap lapangan pekerjaan dan hak-hak masyarakat lokal,” tegasnya. (JW)