TIFFANEWS.CO.ID,- Pemerintah Daerah Kabupaten Sarmi bersama MSF dan KIPRA bekerja sama dengan UNCEN melaksanakan kegiatan konsultasi publik pemetaan sosial dan spasial wilayah adat dan suku-suku di Kabupaten Sarmi yang di buka langsung oleh Asisten III Hans Robert Weyasu, S.E, M.M bertempat di Tugu Yamagata Sarmi, Kamis, 8/9/2022 yang lalu.
Mewakili PJ Bupati Sarmi, Asisten III Hans Robert Weyasu, S.E, M.M dalam sambutannya menyampaikan permohonan maaf atas ketidak hadiran Bupati karena sedang di luar kota, sehingga ia di tunjuk untuk menghadiri acara ini, sekaligus membuka acara ini, tetapi di sisi lain dirinya menyampaikan bahwa saya berdiri disini saya juga sebagai anak adat.
Mewakili Pemerintah Daerah Kabupaten Sarmi dirinya menyampaikan bahwa pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2022 tentang Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat Sarmi, sehingga kami telah berkoordinasi dengan pihak UNCEN dan telah mendukung apa yang menjadi keputusan pemerintah daerah yang di dalamnya ada 3 hal yaitu Identifikasi Wilayah Adat, Konsupsektornya (konsep) Wilayah Adat dan Hukum Masyarakat Adat Sarmi, sehingga jika bermasalah nantinya dapat di bawah ke peradilan adat, ia menambahkan untuk merancang dirinya juga sebagai konsupsektornya.
Weyasu meminta kepada tokoh-tokoh adat di lima suku wilayah adat untuk memberikan keterangan wilayah adatnya yang benar di peta yang sudah di buat oleh pihak UNCEN supaya tidak saling menyalahkan antara suku yang satu dengan suku yang lain, sehingga dalam konsep Sarmi di lihat secara utuh dan tidak hanya melihat Sarmi, “Oh Sobey yang punya wilayah yang besar ataupun Manirem, atau Rumbuai,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama mewakili Tim Pusat Pengembangan Infrastruktur Informasi Geospasial ( PPIIG) UNCEN Yehuda Hamokwarong, Spel, Msc, dengan dukungan dari TAF dan Yayasan KIPRA melakukan pemetaan sosial dan pemetaan spasial 5 suku besar di Kabupaten Sarmi.
Salah satunya mengkaji asal-usul kata Sarmi dari aspek histori dan culture, dari aspek histori kajian ini mendalami Sejarah Gereja dan Pemerintahan di Kabupaten Sarmi.
Ia juga menuturkan bahwa Sarmi pertama kali mulai di kenal dalam Riteratur Zending Belanda pada tahun 1924 ketika Zendeling De Neef memindahkan pos Pekabaran Injil dari Kampung Wakde ke Kampung Sarme atau Kota Sarmi dimana pelabuhan saat ini ,” ujarnya,
Dari hasil pertemuan ini juga Hamokwarong menyampaikan bahwa masih ada batas-batas yang belum sesuai dengan peta hari ini yang kita buat sehingga ini menjadi tanggung jawab kita bersama untuk memperbaiki agar kedepannya sudah bisa disahkan oleh ketua – ketua suku.
Mewakili tokoh adat Kabupaten Sarmi Zakarias Sakweray (Ketua LMA Kabupaten Sarmi) dalam kesempatan yang sama mengungkapkan terima kasih kepada Pemerintah dan UNCEN yang sudah memfasilitasi kami untuk membuat kegiatan ini, terutama UNCEN yang juga sudah membuat peta batas – batas wilayah adat 5 suku besar di Kabupaten Sarmi, Sehingga ini nantinya jadi bahan bukti kalau kita punya batas Wilayah adat dari masing-masing suku dan marga itu jelas.
Mewakili Tokoh Pemuda 5 suku besar Sarmi Simon Saumen menyampaikan ini sangat membantu kami khususnya anak muda Sarmi untuk bisa mengetahui hak dasar di masing-masing suku bahkan marga/keret itu sendiri, sehingga nantinya generasi yang akan datang tidak keliru lagi dalam menduduki hak kita masing-masing sebagai anak adat, lebih lanjut Ia berharap 5 ketua suku besar harus benar-benar memberikan keterangan yang benar.
Ia juga meminta kepada pemerintah daerah apabila semuanya sudah selesai dan ditanda-tangani oleh 5 suku besar maka pemerintah harus mengeluarkan peraturan daerah yang mengatur tentang hak dasar orang Sarmi.(*)
Sumber : sarmikab.go.id