TIFFANEWS.CO.ID,- Pasca Kuria Keuskupan Timika mengeluarkan surat pembekuan rekomendasi kepada beberapa umat Katolik yang mendaftar dalam tahapan seleksi Majelis Rakyat Papua (MRP) Pokja Agama Papua Tengah, Gugus Tugas Papua Pengurus Pusat Pemuda Katolik menggelar webinar untuk menyikapi persoalan ini.
Dalam Webinar ini Pemuda Katolik menyatakan siap mengkawal proses seleksi anggota MRP Provinsi Papua Tengah sehingga dapat terpunuhinya hak-hak umat katolik.
Webinar bertajuk,“Mengawal Persoalan Kursi Pojka Agama Katolik Provinsi Papua Tengah” ini berlangsung Selasa,(18/7).
Webinar yang dimoderatori Jurnalis Tabloid Jubi Hengki Yeimo, menghadirkan narasumber, Pastor Delegatus Keuskupan Timika, Pastor Juvensius A. Tekege Pr, Sekretaris Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), RD Hans Jeharut dan Direktur Lembaga Bantuan Hukum Talenta Keadilan Papua, Dani Nawipa.
Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Katolik, Stefanus Asat Gusma diawal sambutannya mengatakan, perlunya menyikapi persoalan ini sebagai bagian dari memperjuangkan hak-hak umat katolik di MRP.
” Untuk itu, dibutuhkan kerjasama dari berbagai komponen dalam menyuarakan dan terus mengawal hingga ke tingkat pemangku kebijakan di pusat,” ujarnya.
“Dalam kisruh seleksi anggota MRP Papua Tengah khususnya Pokja Agama Katolik dibutuhkan komitmen, bersama semua elemen. Apapun yang kita perjuangkan perlu ditopang kekompakan agar tetap menyuarakan dan mengawal persoalan ini. Pemuda Katolik siap mengawal di tingkap pusat,” ujar Gusma.
Pastor Juvensius A. Tekege Pr mengawali paparannya dengan memberikan apresiasi atas keseriusan menyelenggarakan Webinar dan keseriusan Ketua Umum PP Pemuda Katolik mengkawal perjuangan di tingkat pusat.
”Webinar ini merupakan bentuk keseriusan kita bersama seperti yang diutarakan Ketua Umum, Gusma. Perlunya konsolidasi bersama dalam memetakan persoalan di berbagai lini. Lebih khusus posisi Agama Katolik di MRP Papua Tengah,” kata Pastor Juvensius.
Menurut Pastor Juvensius persoalannya karena publik menyamakan gereja dengan lembaga agama dan juga adanya kekeliruan dalam menerjemahkan Pergub dan Perdasi.
”Dugaan saya, mereka pikir lembaga keagamaan itu sama dengan gereja. Saya menilai ada kekeliruan dan kesalahan dalam menterjemakan Pergub dan Perdasi. Kalau mau dilihat, sejarah penginjilan Gereja Katolik sudah 129 tahun di wilayah ini. Anehnya, keberadaanya hari ini dalam kasus ini tidak diakui, ada apa ini?” tanya Pastor Juvensius.
Salah seorang peserta webinar, Obet, menanyakan kepada Pastor Juvensius, terkait belum ada tanggapan dari pihak terkait atas soal ini dan bagaimana sikap keuskupan Timika bila proses terus berjalan dan Mendagri melantik dua orang dari unsur Agama Katolik?
“ Jika kemudian dipaksakan, kami akan meminta pertanggungjawaban dan tentu kami tetap tempuh jalur hukum,” ujar Pastor Juvensius.
Ditegaskan Pastor Juvensius, pihaknya tidak mengejar jabatan, tetapi hal ini menjadi catatan penting untuk pendidikan hukum umat katolik kedepannya.
” Kami tidak tidak mengejar jabatan. Tetapi soal ini menjadi catatan penting bagi pendidikan hukum umat katolik kedepannya. Terlepas dari itu, Gereja Katolik tetap komitmen atas keputusan yang telah diambil sebelumnya,”tegas Pastor Juvensius.
“Kami tetap menjadi mitra pemerintah dan mendukung semua kebijakan dari pusat hingga kampung. Hanya saja, dalam proses seleksi anggota MRP ini, keberatan kami, Gereja Katolik, tidak dihiraukan dan diakomodir secara baik dan terkesan diabaikan,” ujarnya.
Pastor Hans Jeharut menilai ada indikasi cacat hukum secara prosedural dan adminstrasi yang dilakukan Panitia Seleksi MRP Papua Tengah.
Untuk itu, ia berharap proses advokasi litigasi yang telah dilakukan bersama LBH Talenta Papua supaya terus dikawal.
Dia juga mengingatkan agar tidak ada umat katolik yang menempuh jalan sendiri tanpa mengindahkan apa yang telah diputuskan Keuskupan Timika.
“Kami di KWI juga tetap mendorong kepada pihak terkait di Pusat (Jakarta). Kita butuh konsolidasi serius. Jangan anggap remeh akan pentingnya kosolidasi dari tingkat atas hingga pada pengambil kebijakan di daerah. Soal advokasi litigasi dan non litigasi hingga menempuh jalur hukum, sudah pasti kami KWI juga dorong,”terangnya.
Direktur LBH Talenta Keadilan Papua, Dani Nawipa mengatakan adanya kelemahan dalam proses ini dan telah terjadi kerancuan dalam pandangan aturan.
Menurutnya, terjadi cacat administrasi, sebab, Agama Katolik tidak masuk dalam lembaga Agama, namun dianggap bagian dari denominasi agama lain.
Padahal, lanjutnya, di delapan kabupaten di Pegunungan Tengah, Gereja Katolik sudah ada jauh sebelum provinsi ini (Prov. Pegunungan Tengah) hadir. Dan Pansel tidak pernah mengakui nota keberatan yang diajukan pihak Keuskupan Timika.
“Dari sisi hukum, apabila nota keberatan itu tidak diakui Pansel, maka, itu dianggap merupakan satu pelanggaran terhadap Agama Katolik. Dengan demikian, kami tetap komitmen mendorong proses hukum. Mulai dari litigasi yang sedang berjalan hingga tahap selanjutnya,” kata Dani Wawipa.[]Alfonsa Wayap