TIFFANEWS.CO.ID,- Tenaga Ahli Profesional (TAPROF) Lemhannas RI, AM Putut Prabantoro, meminta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) melakukan riset terkait perilaku remaja khususnya siswa SMA dan Mahasiswa. Riset ini penting dilakukan untuk memprediksi potensi ancaman terkait karakter pemimpin Indonesia pada tahun 2045, ketika Indonesia memasuki tahun emas kemerdekaan Indonesia. Dalam konteks ini, Bappenas dapat membuat perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan jaman pada saat itu.
Permintaan itu disampaikan Putut Prabantoro saat memberikan pembekalan kepada pegawai muda Bappenas yang mengadakan workshop dengan thema Pemantapan Pancasila Dan Wawasan Kebangsaan Dalam Perencanaan Pembangunan. Workshop itu diadakan di Hotel Santika Gunung Kidul, Senin (14/08/2023).
Dalam paparannya yang berjudul, Pancasila dan Masa Depan Indonesia, Putut Prabantoro mengatakan, dirinya selama beberapa bulan melakukan pengamatan perilaku remaja Indonesia melalui media mainstream ataupun media sosial. Beberapa perilaku remaja Indonesia memberikan rasa khawatir bahwa Indonesia akan menghadapi krisis kepimimpinan di Tahun 2045.
“Dari anak-anak yang lebih mengetahui tokoh-tokoh yang viral dibanding nama pahlawan, ratusan pelajar di Ponorogo dan Cilacap yang hamil di luar nikah, pengindolaan budaya asing dibanding budaya bangsa sendiri, rental pacar, perbuatan asusila demi mendapatkan follower atau subscriber, prostitusi online anak-anak dll, menimbulkan keprihatinan. Saya khawatir, apa yang tampil di media hanyalah fenomena gunung es, yang artinya persoalan serius sebenarnya Tengah dihadapi oleh bangsa dan negara Indonesia,” ujar Putut Prabantoro.
Menurut Taprof Ideologi itu, mereka yang duduk di bangku SMA atau Mahasiswa adalah mereka yang berusia 16 tahun sampai dengan 21 tahun. Ketika tahun emas kemerdekaan, mereka akan menginjak usia 40 – 45 tahun, ketika mereka secara usia sudah siap memimpin negara dan bangsa Indonesia. Namun mereka tidak akan siap memimpin negara dan bangsa Indonesia, jika pada usia sekarang ini karakter mereka hancur karena perilaku yang salah.
“Fenomena gunung es ini harus dibuktikan bahwa salah. Namun jika ini benar, kita semua harus menyalakan alarm agar menyadari adanya potensi ancaman kehancuran bangsa. Mungkin karena sifat permisif yang terjadi dalam masyarakat, perilaku-perilaku tersebut dianggap sebagai suatu fase perkembangan remaja, misalnya rental pacar, atau cenderung membanggakan budaya asing dibanding budaya sendiri. Nah di sinilah urgensinya Bappenas mengadakan riset untuk dapat merencanakan jangka panjang, setidak-tidaknya hingga tahun 2045. Apa yang dibutuhkan remaja saat ini agar mereka dapat memimpin bangsa dan negara pada saatnya?“ jelas Putut Prabantoro lebih lanjut.
Selain itu, masih menurut Putut Prabantoro, kekhawatiran lebih besar yang dirasakan adalah melunturnya nilai-nilai luhur Pancasila. Menjadi generasi ikut-ikutan dengan perilaku FOMO (Fear Of Missing Out) adalah salah satu penyebab akan hilangnya nilai-nilai luhur Pancasila. Dengan perilaku FOMO, remaja sekarang tidak dapat menentukan keputusan mana yang baik dan mana yang tidak baik. Mereka menunjukkan sikap ikut-ikutan karena enggan disebut kuno atau out of date, tidak mengikuti perkembangan jaman atau bukan kekinian. Kekhawatiran yang lebih mendalam sikap ikut-ikutan berkiblat pada paham asing atau nilai-nilai yang tidak sesuai dengan Pancasila.
Sebagai solusinya, Pancasila harus berwujud, berbentuk dan berketahanan. Yang bisa mengimplementasikannya adalah remaja masa kini dan ini tidak lepas dari peran pendidikan dan orang tua. Putut Prabantoro memberikan bukti bahwa Pancasila dengan gotong royongnya merupakan ideologi yang tepat bagi bangsa Indonesia. Selain karena berbagai upaya pemerintah, cepat bangkitnya Indonesia dari keterpurukan Covid karena gotong royong, di mana masyarakat terkecil yakni desa atau kampung saling membantu bergotong royong untuk meringankan beban kehidupan.
“Ketika Covid terjadi, masyarakat membangun komunitas jaga kampong, jaga desa dll yang intinya dengan gotong royong, penderitaan karena Covid bisa dikurangi. Sementara di Amerika Serikat, Covid membongkar semua kepalsuan hidup. Mimpi Amerika hancur karena sebagian besar masyarakatnya hidup dari kartu kredit,“ ulas Alumnus Lemhannas PPSA XXI itu.
Ditekankan sekali lagi, tinggal 22 tahun lagi yang tersisa dan jumlah tahun itu harus cukup untuk membangun karakter remaja sekarang ini agar dapat menjadikan remaja sekarang sebagai pemimpin negara dan bangsa yang sesuai dengan kebutuhan jaman khususnya tahun 2045.(*bn)