TIFFANEWS.CO.ID,- Mengawali tahun 2024, Peace Literacy Institute Indonesia (PLII) di Papua, bertemu Uskup Jayapura Mgr. Yanuarius Theopilus Matopai You di kantor Keuskupan Dok II, Jayapura,(Senin,8/1).
Dalam pertemuan dengan Uskup Yanuarius, Alfonsa Wayap menjelaskan tentang keberadaan PLII sebagai wadah yang terbentuk di Jayapura pada 2022 lalu.
Fokus PLII yaitu bergerak di bidang literasi perdamaian di Tanah Papua, melalui gerakan pelatihan menulis, advokasi gerakan berliterasi membaca, menulis dan berdiskusi.
Perdamaian yang diusung, tidak terlepas dari seruan yang disampaikan Uskup Yanuarius pada 9 November 2023 yaitu,”Seruan perdamaian di Tanah Papua”. Uskup memberi perhatian pada konflik yang berkepanjangan di Papua dan menjadi bagian dari refleksi Natal2022 lalu.
Dalam rilis yang disampaikan kepada media, Sabtu, (14/01/2024), Alfonsa Wayap menjelaskan, sebagai organisasi yang mengusung perdamaian, kerja-kerja menuju perdamaian butuh kerja-kerja bersama dan melibatkan semua pihak. Menurutnya, untuk mencapai pedamaian, PLII mengakui tidaklah gampang, sehingga diperlukan kerja-kerja kolaborasi.
“Bertemu Bapa Uskup Yanuarius di awal tahun 2024 ini, merupakan bentuk kunjungan kasih Natal dan Tahun baru PLII. Diharapkan pula, berbagai saran dan masukan dari uskup merupakan masukan untuk kerja-kerja PLII di tahun 2024,” ujarnya.
PLII telah melakukan beberapa kegiatan diantaranya diskusi publik oleh Maiton Gurik dan kawan-kawan PLII lainnya. Juga ada pelatihan menulis–jurnalisme damai–yang dilakukan oleh Alfonsa yang berkolaborasi dengan suaraperempuanpapua.id.
Pada kesempatan itu, pihaknya juga telah membagi buku karya-karya jurnalistik kepada peserta pelatihan di berbagai komunitas dan lintas organisasi pemuda.
Kepada PLII, Uskup Yanuarius Theopilis Matopai You mengapresiasi kerja-kerja literasi perdamaian yang telah dilakukan dua tahun ini di Papua.
Untuk mencapai sebuah perdamiaan, diakui perlunya kerja-kerja kolaborasi, terutama literasi perdamaian yang dilakukan PLII.
Menurut Alfonsa, Uskup mengapresiasi gerakan literasi perdamaian. Uskup berharap PLII fokus dan terus melakukan perlatihan.
Uskup menambahkan, PLII mesti mampu meramu tulisan yang tidak menimbulkan konflik. Menulis dari sisi lain yang juga mengedukasi publik.
Ketika ditanya soal media yang digunakan dalam kerja-kerja PLII di Papua. semacam webside atau sejenisnya. Alfonsa mengaku, sejauh ini belum ada, masih menggunakan media massa.
Uskup mengharapkan, PLII punya webside sendiri, supaya bisa diikuti terkait literasi damai. Web site itu bisa memuat, tulisan, video yang berkaitan dengan literasi perdamaian, sehingga publik juga bisa disuguhi bacaan yang dapat mengedukasi.
Kata Uskup Yanuarius,”Literacy Peace itu, harus tampil dari berita, informasi dan tulisan. Tidak membuat orang konflik lagi dan semacamnya. Ada sudut pandang lain juga. Jadi, bagian itu memang harus di seimbangkan.”
PLII mesti punya ciri khas yang dimunculkan melalui karya tulis atau apapun yang dikerjakan. Ditambahkan, ketika menulis, diharapkan menghasilkan karya tulis yang tidak saling menyalahkan satu pihak saja.
“Saya ingatkan kembali, sebaiknya membangun literasi yang tidak menimbulkan konflik dan percekcokan di tengah kehidupan umat. Mungkin PLII dalam menulis, megulik dari sisi humanis. Peace Literacy harus terus menggaungkan perdamaian melalui literasi. setiap pelatihan atau diskusi, peserta mesti dibekali dengan baik akan pentingnya literasi membaca dan menulis,” ” kata Uskup sebagaimana disampaikan Alfonsa.
Diakhir diskusi Uskup Yanuarius berpesan, “Gerakan liteasi perdamaian mesti diperluas bukan hanya di Jayapura. Untuk anak muda Papua, harus banyak membaca dan juga menulis,” pesan Uskup Mgr. Yanuarius. [] AJW