TIFANEWS.CO.ID – Proyek Strategis Nasional (PSN) terus menjadi agenda utama pembangunan di Indonesia, termasuk di Provinsi Papua Selatan. Program yang dimulai sejak era Presiden Joko Widodo ini bertujuan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Kini, di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, PSN tetap menjadi prioritas, terutama dalam meningkatkan konektivitas dan akses layanan dasar bagi masyarakat setempat.
Sebagai provinsi baru, Papua Selatan menghadapi tantangan besar, seperti keterbatasan infrastruktur jalan, pelabuhan, bandara, dan jaringan telekomunikasi. Kehadiran PSN diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut dengan membangun sarana dan prasarana yang mendukung pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun, implementasi proyek ini memunculkan polemik, terutama karena fokus utama pemerintah saat ini adalah sektor pertanian dan perkebunan yang beroperasi di tanah adat masyarakat Papua Selatan.
Maxi Mahuze, tokoh masyarakat Yeinan sekaligus Kepala Marga Mahuze, menyambut baik proyek ini dengan syarat masyarakat lokal dilibatkan secara aktif.

“Selama proyek ini transparan dan memberikan kesempatan bagi masyarakat lokal untuk terlibat, PSN akan menjadi solusi terbaik bagi Papua Selatan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya di Merauke pada Senin (24/2/2024).
Namun, ia menyoroti kurangnya sosialisasi kepada masyarakat adat dan para ketua marga mengenai manfaat proyek ini. Banyak masyarakat yang keliru menganggap tanah adat mereka dijual, padahal perusahaan hanya mengontrak lahan untuk dikelola. Jika pemahaman ini diperjelas, masyarakat akan menyadari bahwa pengelolaan tersebut dapat memberikan nilai ekonomi yang lebih baik dibandingkan jika tanah dibiarkan tak dimanfaatkan.
Saat ini, sebanyak 25 ketua marga telah menyetujui pengontrakan lahan dan mendukung penuh PSN. Namun, mereka masih ingin bernegosiasi untuk menaikkan harga kontrak per hektare serta meminta perusahaan memberdayakan masyarakat setempat dengan memberikan kesempatan kerja.
Di sisi lain, beberapa kelompok masyarakat adat menolak proyek ini karena merasa belum sepenuhnya memahami dampaknya. Mereka khawatir akan adanya penggusuran dan perampasan tanah adat.
Polemik ini pun dimanfaatkan oleh pihak-pihak berkepentingan tertentu untuk mengadu domba masyarakat. Berbagai narasi yang tidak sepenuhnya benar disebarkan guna menciptakan keresahan, bahkan memicu perpecahan di kalangan masyarakat adat. Beberapa individu dengan kepentingan pribadi menggiring opini negatif terhadap PSN, seolah-olah proyek ini hanya mengancam kesejahteraan masyarakat Papua Selatan.
Selain itu, para aktivis lingkungan juga menyuarakan kekhawatiran terhadap dampak deforestasi akibat proyek ini. Namun, pemerintah menegaskan bahwa setiap proyek PSN harus melalui kajian lingkungan yang ketat dan melibatkan berbagai pihak. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa pembangunan tetap selaras dengan kelestarian lingkungan dan keseimbangan ekosistem.
Melihat manfaat besar yang ditawarkan PSN, pemerintah dan masyarakat Papua Selatan perlu bersinergi agar proyek ini berjalan dengan baik. Edukasi mengenai manfaat jangka panjang PSN harus terus dilakukan agar masyarakat memahami bahwa proyek ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan mereka, bukan merampas hak-hak adat.
Dengan komunikasi yang lebih transparan serta keterlibatan aktif dari seluruh pemangku kepentingan, diharapkan PSN di Papua Selatan dapat berjalan lancar dan memberikan dampak positif bagi seluruh masyarakat. Pemerintah juga harus tetap waspada terhadap upaya adu domba dari pihak-pihak yang hanya mementingkan keuntungan pribadi di tengah upaya pembangunan nasional ini.
Pada akhirnya, setiap manusia berhak mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, peluang yang ada harus dimanfaatkan sebaik mungkin demi tercapainya kesejahteraan bersama. (Ron/JW)