Pekan olahraga nasional (PON) XX 2021 di Papua telah berakhir. Para atlet – baik yang berhasil meraih medali (emas, perak, perunggu) maupun tidak – sudah kembali ke provinsi asalnya masing-masing. Para anggota panitia boleh tersenyum bangga lantaran kecapekan mereka sudah terbayar lunas. Tuan rumah di Papua (Jayapura, Timika, dan Merauke) tidak akan pernah melupakan peristiwa penting dan istimewa ini.
Tulisan ini bermaksud menelaah makna polisemi dari frasa torang bisa yang digunakan di PON XX Papua 2021. Menurut Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, polisemi merupakan bentuk bahasa (kata, frasa, dsb.) yang mempunyai makna lebih dari satu. Makna lebih dari satu tersebut terjadi karena adanya beberapa konsep dalam pemaknaan suatu kata. Misalnya, kata akar bermakna lebih dari satu, yaitu (1) ‘bagian tumbuhan yang biasanya tertanam di dalam tanah sebagai penguat dan pengisap air serta zat makanan’; (2) ‘asal mula, pokok, pangkal yang menjadi sebab (kiasan)’; (3) ‘unsur yang menjadi dasar pembentukan kata’.
Frasa torang bisa yang ditemukan dalam kegiatan PON XX Papua juga memiliki makna polisemi. Berikut dicatat beberapa makna frasa tersebut.
Pertama, frasa torang bisa merujuk pada keberhasilan dan kemampuan Pemprov Papua membangun stadion Lukas Enembe yang termegah di Asia-Pasifik. Selain itu, Kabupaten/Kota Jayapura, Timika, dan Merauke, yang menjadi tempat perlombaan beberapa cabang olahraga (cabor), telah berhasil menyediakan berbagai venue olahraga demi keberhasilan PON XX. Dalam hal ini Provinsi Papua tidak bisa dipandang sebelah mata. Mereka telah menjadi tuan rumah yang baik dan memuaskan para tamu dari berbagai wilayah di Indonesia.
Kedua, frasa torang bisa mengacu pada keberhasilan tuan rumah melebihi rarget dan meraih posisi keempat. Padahal target awal adalah menempati posisi lima besar klasemen. Total perolehan medali sebanyak 261 medali (93 emas, 66 perak, dan 102 perunggu). Sementara itu Jawa Barat berhasil meraih gelar juara umum, yang diikuti oleh DKI dan Jawa Timur di posisi kedua dan ketiga.
Ketiga, frasa torang bisa merujuk pada kemampuan tuan rumah Papua dalam partisipasinya turut menekan persebaran pandemi Covid-19. Protokol kesehatan tetap diperhatikan pada semua tempat dan waktu. Apalagi di saat menyaksikan perlombaan para penonton sudah mengikuti vaksinasi.
Keempat, frasa torang bisa mengacu pada kemampuan masyarakat Papua dalam menjamu tamu dari berbagai penjuru tanah air dan menghapus stigma daerah tertinggal. Kompas (19 Oktober 2021) mencatat bahwa hadirnya PON XX di Papua menghapus stigma daerah tertinggal. Suksesnya perhelatan PON XX Papua di Bumi Cenderawasih turut membuka mata penduduk Indonesia akan keindahan dan keramahtamahan masyarakat Papua dalam menjamu duta olahraga yang datang bertanding dari seluruh penjuru Indonesia. Apalagi terdapat sejumlah venue olahraga yang megah di beberapa tempat, seperti lokasi perlombaan maraton dan jalan cepat di Kuala Kencana (Timika), yang menjadi salah satu tempat terbaik dan terindah di Indonesia.
Kelima, frasa torang bisa merujuk pada penambahan penghasilan dari panitia, utamanya para relawan-relawati PON XX Papua. Jumlah relawan dari berbagai lapisan masarakat cukup besar, dan mereka berhak menikmati hasil jerih payah mereka.
Dari uraian di atas dapatlah dikatakan bahwa frasa torang bisa dalam PON XX Papua bermakna polisemi. Frasa tersebut acuannya tidak terbatas pada perolehan medali semata. Acuan frasa torang bisa lebih luas dari itu, yakni kemampuan menyediakan stadion yang megah serta berbagai venue olahraga, kemampuan menjamu tamu dari berbagai penjuru tanah air, serta kemampuan menghapus stigma daerah tertinggal.
Terlepas dari kemampuan serta keberhasilan yang ditampilkan Pemprov dan masyarakat Papua tersebut, berikut diajukan pertanyaan yang perlu kita refleksikan bersama. Apa yang perlu dibuat agar frasa torang bisa dipertahankan dan ditingkatkan ke depan? Bagaimana memanfaatkan stadion Lukas Enembe dan berbagai venue olahraga yang megah itu demi meningkatkan prestasi di masa depan?
Merauke,20 Oktober 2021
Penulis: Mengajar di Universitas Musamus Merauke