Oleh : Titus Pekei
Noken bukanlah tas biasa, apalagi disamakan dengan tas plastik atau kantong plastik. Hal ini perlu dikatakan berulang-ulang karena bagi kebanyakan masyarakat di luar Papua, noken sering dianggap sekedar tas, atau tas yang bisa menggantikan tas/kantong plastik dalam setiap kesempatan bila diperlukan.
Masalahnya, hingga saat ini diakui atau tidak, kebanyakan orang masih mempersoalkan harga noken. Mereka menilai noken terlalu mahal dan menganjurkan agar harga noken harus sama dengan tas biasa-alias murah. Masalahnya lagi, bahwa kebanyakan mereka hanya menggunakan noken sebagai tas, sekedar mengisi barang-barang yang hendak disimpan atau dibawa kemana pergi.
Noken tidak bisa disamakan dengan tas biasa. Ini sudah saya jelaskan dalam berbagai kesempatan termasuk saya juga sudah menulis dua buku untuk itu. Saya katakan bahwa ada sejumlah nilai yang terkandung dalam noken bagi masyarakat Papua. Bahkan, sejak kelahiran anak-anak Papua, mereka sudah dibungkus di dalam noken. Ketika dewasa mereka membawa noken kemana pergi sebagai bukti bahwa mereka sedang merayakan hal yang terbaik dalam kebudayaannya.
Menariknya, bahwa apa yang dilakukan anak-anak Papua, kemudian itu menjadi pengetahuan dan juga boleh disebut gaya hidup orang-orang di luar kebudayaan Papua yang menjadikan noken tidak sekedar tas, tapi sesuatu yang bernilai, termasuk merujuk pada identitas orang Papua. Noken menyumbangkan solidaritas baru di era globalisasi sebagai sumbangan penting dari wilayah yang sangat lokal dalam hal ini Papua.
Mama-Mama dan Bapa-Bapa Noken
Perajut atau pengrajin noken adalah orang yang membuat dan menganyam noken. Pembuat noken, umumnya dibuat oleh perempuan, ”Mama-mama Papua”, yang biasanya berusia dewasa dan lanjut usia. Meskipun juga ditemukan laki-laki yang bisa membuat noken anggrek.
Noken terbuat dari serat kulit kayu, biasanya dari kayu pohon nenduam, pohon nawa, atau anggrek hutan. Pembuatan noken juga memakan waktu yang cukup panjang.
Noken tidak sekadar tas karena mengandung nilai,filosofi yang juga merupakan identitas budaya masing-masing suku di Papua. Noken digunakan dalam berbagai acara adat masyarakat Papua, dipakai oleh semua kelompok usia, baik laki-laki maupun perempuan.
Teknologi Tas Plastik
Tas atau kantong plastik, dibuat oleh suatu teknologi berupa mesin. Melalui mesin-mesin ini diproduksilah kantong-kantong plastik dalam jumlah besar. Karena produksi massal atau dalam jumlah banyak harga sebuah kantong plastik pun dapat sangat murah.
Dalam cara berpikir teknologi, umumnya pertimbangan manusia disisihkan. Pekerjaan industri cenderung dehumanisasi depersonalisasi dan obyektifikasi. Selalu memandang manusia dalam fungsinya, yakni dari apa yang dapat dia buat.
Kantong plastik menyisahkan sampah plastik yang sulit terurai. Akibatnya, sampah plastik mencemari air tanah, kandungan kimia berbahaya bagi kesehatan, merusak ekosistem terutama ekosistem laut karena pembuangan akhir biasanya di laut.
Ini tentu berbeda dengan Noken yang dikerjakan secara natural-alami, dari bahan tumbuh-tumbuhan yang dijaga masyarakat dengan kearifan lokal. Mengerjakan pun dengan pertimbangan yang sangat human. Fungsinya pun digunakan lebih didasarkan dalam relasi antar manusia.
Noken adalah suatu yang khas kebudayaan, sangat manusiawi, mampu memanusiakan dan karena itu selalu dihubungkan dengan keindahan, kebaikan atau keluhuran. Dengan memiliki seperangkat makna,noken ditransmisikan dalam sejarah dan pengetahuan.
Noken Jawaban untuk Kebutuhan Saat ini
Kalau kantong plastik hanya membawa makna pada fungsinya yang praktis. Itupun membawa akibat buruk pada kehidupan manusia sekarang dan akan datang. Selanjutnya, ketiadaan makna yang bersifat kebudayaan pada kantong plastik membawa akibat secara sosial yakni terjadinya kekacauan.
Kekacauan pertama, karena tidak ada pemikiran berkelanjutan yang tercermin atau terinspirasi dari kantong plastik. Makna apa yang bisa dijelaskan, kecuali sebagai sebuah tas yang murah meriah dan praktis? Kekacauan kedua adalah ketidakberdayaan menangung beban dari resiko yang dibawanya. Terlalu banyak dampak buruk yang dibawakan oleh kantong plastik, seperti dijelaskan soal limbah dan lain lain. Kekacauan ketiga, adalah kekacauan moral karena ketiadaan makna dan nilai.
Memperhatikan beberapa tuntutan krisis lingkungan, krisis sosial dan moral yang diakibatkan oleh produksi kantong plastik, agaknya kita perlu kembali menengok pengetahuan yang disumbangkan oleh Noken dalam kebudayaan Papua. Hal ini bukan serta merta kita menggantikan tas/kantong (plastik) dengan noken, tapi lebihyang saya maksudkan adalah mempelajari kembali tradisi noken dalam masyarakat Papua untuk memberi jawaban atas krisis yang menimpah dunia saat ini.
Apakah sebuah benda dijadikan atau difungsikan sebagai kantong atau tas, hanya sekedar sebagai alat menyimpan dan mengangkut barang/benda? Atau justru yang namanya kontong atau tas itu, sebenarnya alat dan simbol lain dari suatu relasi yang lebih human dan berbudaya? Noken jawabannnya.
Titus Pekei, Pencetus noken Unesco, peneliti dan Pemerhati Budaya dan Lingkungan.