TIFFANEWS.CO.ID,- Earbay Channel dan Info Papua Selatan (IPS) melaksanakan kegiatan Diskusi Publik bertajuk “Pembangunan Kawasan di Ujung Pasifik Indonesia Papua New Guinea (PNG)” yang dilansungkan melalui Aplikasi Zoom pada Rabu (28/6).
Hadir dalam kegiatan tersebut selaku pembicara Theo Litaay, SH., LLM., Ph.D, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI, Prof. Yohana Yembise, M.Sc., Ph.D, Menteri Pemberdayaan Perempuan 2014 – 2019, Prof. Bambang Shergi Laksmono, Guru Besar Ilmu Kesejahteraan Universitas Indonesia sekaligus Pendiri Papua Center, Dr. Melyana Ratana Pugu, Kepala Departemen RI Universitas Cenderawasih, Didik Wisnu Widjajanto, Ph.D, Atase Pendidikan Port Moresby 2011 – 2014.
Hadir juga Yoseph Yanawo Yolmen, Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) perwakilan Papua Selatan dan dimoderatori oleh Ari S. Widodo Ph.D, Director of Undergraduate E-Learning Program LPSR dan sebagai Host Ronny Imanuel Rumboy, ST, Admin Moderator Info Papua Selatan.
Theo Litaay menyoroti tentang pentingnya kerjasama antara kedua negara dalam membangun kesejahteraan bersama.
Ia menyampaikan diskusi ini menjadi penting untuk mematangkan kerjasama terkhususnya di bidang pendidikan, dengan tujuan memperkaya perspektif pengambilan kebijakan baik di Papua Nugini maupun di Indonesia.
Theo Litaay, menekankan pentingnya memperkuat kerjasama antara Indonesia dan Papua Nugini dalam membangun kesejahteraan bersama.
Ia menyoroti peran Universitas Indonesia, Universitas Cenderawasih, dan lembaga nasional di Papua Nugini sebagai sumber pengalaman yang dapat memperkaya informasi yang diterima oleh pemerintah.
Theo juga menekankan peran media informasi dalam memperluas pemahaman masyarakat tentang kemajuan kerjasama bilateral ini.
“Diharapkan melalui jaringan kerjasama semacam ini, peran lembaga yang ada dapat semakin diperkuat,” ujarnya.
Sementara itu, Prof Yohana Yembise mengatakan saat di kementerian pemberdayaan perempuan dan anak, pihaknya pernah mempertemukan beberapa kelompok perempuan Papua dengan deputi yang khusus menangani bidang-bidang tersebut.
Pertemuan ini menjadi sarana untuk berdiskusi dan berbagi pikiran antara deputi dan para pengrajin perempuan, guna saling mempelajari apa yang telah dilakukan oleh perempuan Indonesia.
Selanjutnya, Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) perwakilan Papua Selatan, Yoseph Yanawo Yolmen menyampaikan, dalam konteks diskusi ini, BP3OKP juga memiliki peran penting dalam membangun kerjasama antara Indonesia dan Papua Nugini, dengan fokus pada Papua dan Papua Nugini.
“Tujuan utamanya adalah mencapai kehidupan yang berwawasan luas dan cerdas bagi seluruh penduduk di Papua, terutama salah satu fokusnya adalah dalam hal pendidikan.” Jelasnya.
Prof. Bambang Shergi Laksmono, Pendiri Papua Center sekaligus Guru Besar Ilmu Kesejahteraan Sosial Universitas Indonesia, menyampaikan ide-ide yang telah dirintis untuk memajukan people-to-people diplomacy, soft diplomacy, dan pengembangan pendidikan serta kerjasama di perbatasan Indonesia yang memiliki banyak perbatasan laut, udara, dan darat.
Prof Bambang menjelaskan, pertemuan Diskusi Publik ini ini bertujuan untuk merancang kerangka besar dan mematangkan gagasan yang akan dibawa oleh Presiden Joko Widodo dalam kunjungan ke Papua Nugini. Materi yang diajukan berkaitan dengan kolaborasi dalam bidang ekonomi, budaya, dan pendidikan.
“Target kami adalah memperkuat kurikulum di wilayah perbatasan dengan bantuan Universitas serta berharap presiden dapat menyampaikan hal ini kepada Papua Nugini agar kerjasama yang berkelanjutan dapat dilakukan di masa depan,” ucapnya lagi.
Prof Bambang menekankan bahwa Indonesia perlu melakukan upaya serius dalam memperhatikan orientasi dan imajinasi dalam hubungan dengan masyarakat di Pasifik dan mengangkat Papua sebagai pintu masuk ASEAN dan gerbang ASEAN dengan Asia Pasifik merupakan perjuangan yang berat.
Selanjutnya dijelaskan oleh Ketua Pusat Studi Indo-Pasifik di Universitas Cenderawasih, Dr. Melyana R. Pugu, SIP., MSi, dalam rangka menghadapi tantangan dan memanfaatkan potensi yang ada, diperlukan kerjasama antara Indonesia dan Papua Nugini.
“Melalui pembentukan regulasi yang efektif, peningkatan sosialisasi kepada negara tetangga, dan diplomasi publik yang lebih intensif, hubungan bilateral kedua negara dapat semakin kuat dan bermanfaat bagi kedua belah pihak,” Jelasnya.
Kemudian di sesi tanya jawab, muncul pertanyaan terkait program tol laut yang diharapkan dapat menghubungkan antar negara terkhusus dalam berbagai sector.
Dijelaskan oleh Theo Litaay bahwa pelabuhan di Papua merupakan salah satu harapan untuk menjadi pintu gerbang tol laut.
Pemerintah juga memiliki program bernama “jembatan udara” dan “angkutan darat bersubsidi” untuk menghubungkan pelabuhan tersebut dengan Bandara dan kemudian mengangkut barang ke kabupaten lain di wilayah tersebut.
“Pembangunan di Papua memang tidak mudah dan berbeda dengan membangun di Pulau Jawa. Misalnya, luas Papua tiga kali lipat dari Pulau Jawa. Di Indonesia, hanya terdapat enam provinsi, sementara di PNG terdapat 34 provinsi. Hal ini menunjukkan perbedaan dalam hal pelayanan publik,” kata Theo lagi.
Willem dari Kementerian Perhubungan mengatakan, melalui Program Tol Laut, menerima arahan dari Presiden terkait konsep besar dan konsep kecil. Konsep besar melibatkan pelayanan reguler yang mencakup tiga pelabuhan pengumpul (PP) dan jadwal yang teratur.
Sementara itu, konsep kecil bertujuan untuk mengintegrasikan pelayanan masyarakat dalam distribusi logistik dengan menggunakan transportasi laut yang terhubung dengan moda transportasi lainnya.
“Kementerian Perhubungan telah memiliki program kerja terkait hal ini, terutama dalam hal akses pelayaran perdagangan internasional yang melibatkan kerjasama dengan negara lain, seperti PNG. Bagaimana kerjasama ini akan berkembang di masa depan akan tercakup dalam konsep besar, termasuk dalam upaya untuk mencapai daerah Nduga dengan menggunakan moda transportasi multimoda,” ujarnya.
Kegiatan yang banyak membahas tentang hubungan bilateral antara Republik Indonesia (RI) dan Papua New Guinea (PNG) ini dihadiri oleh beberapa tokoh, akademisi dan organisasi yang ikut bertukar pikiran dalam diskusi tersebut.
Evi Aryati Arbay dari Tour Operator specialist Indonesia Trip Advisors mengatakan, selaku tour operator, pihaknya sangat mendukung apabila Pemerintah Indonesia memperkuat kerjasama dgn PNG.
“Mereka tetangga dekat tapi begitu sulit dan mahal mencapainya, sehingga perlu Political Willingness yang kuat dari kedua negara untuk membuka aksesnya, mungkin seperti Pembukaan kembali penerbangan langsung yang menghubungkan Jakarta – Port Moresby dan pembukaan fasilitas Bebas Visa,” kata Evi Aryati. (Ron)