Oleh : Paskalis Kossay
“Otsus yang setengah hati”, begitulah kira-kira menterjemahkan progres pelaksanaan Otonomi Khusus selama 22 tahun ( 2001 – 2023 ) ini. Mengapa disebut setengah hati ? Setidaknya, saya mencatat beberapa hal yang saya anggap cukup fundamental mempengaruhi pelemahan eksistensi kehadiran Otonomi khusus itu sendiri. Misalnya :
1.Inpres Nomor 1 tahun 2003 tentang diaktifkan kembali Undang-Undang Nomor 45 tahun 1999 tentang Pemekaran Provinsi Irian Jaya Barat dan Irian Jaya Tengah. Padahal UU NO 45/1999 tersebut dipending pemberlakuannya karena ditolak masyarakat Papua. Setelah hadirnya UU Otsus, UU NO 45/1999 Otomatis gugur dengan sendirinya.
2. Pembentukan MRP di masing-masing provinsi pemekaran, padahal semangat Otsusnya hanya satu yaitu Otonomi khusus bagi provinsi Papua. Dalam nomenklatur Provinsi Pemekaran pun tidak disebut Otonomi khusus bagi Provinsi A, atau Provinsi B dan sebagainya.
3. Pembentukan Badan Pengarah Otsus, di era kepemimpinan Presiden SBY dibentuk UP4B. Pembentukan Lembaga seperti ini terkesan buruk, bentuk lain dari intervensi pemerintah dalam pengelolaan amanat Otonomi khusus.
4. Pembentukan banyak provinsi di tanah Papua, padahal ruang lingkup keberadaan Otsus hanya satu yaitu otonomi khusus dimana ruang lingkup batas administrasi pemerintahannya mencakup wilayah yang dulunya mencakup Provinsi Irian Jaya.
5. Penerapan kontrol yang begitu ketat dalam sistem pengelolaan Keuangan otonomi khusus.
Hal begini tergolong intervensi pemerintah pusat sangat kuat.
6. Masih adanya intervensi pemerintah pusat dalam seleksi Calon ASN, penetapan calon anggota MRP, Calon PJ gubernur, bupati, dan walikota.
7. Belum terbentuknya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi ( KKR ), serta Pengadilan HAM. Kedua Badan / Komisi ini seharusnya segera dibentuk, sebab merupakan bagian dari pesan moral otonomi khusus.
8. Belum diaturnya lambang daerah dan lagu daerah sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (2) uu otsus.
9. Dilemahkannya kewenangan DPRP dan MRP dalam pemberian pertimbangan aspirasi pemekaran prkvinsi dan/ atau Kabupaten/ kota.
Masih banyak hal pemerintah pusat tidak konsisten dalam pelaksanaan otonomi khusus , antara lain sebagaimana tersebut diatas. Hal ini menunjukan, bahwa Pemerintah pusat sesungguhnya setengah hati terhadap keberadaan otonomi khusus papua.
Selain beberapa catatan tersebut diatas , masih banyak lain yang menyangkut hal-hal teknis, seperti, banyak PP, Kepres, Inpres dimana sampai saat ini belum dibuat oleh pemerintah pusat. Pemerintah lebih cenderung menutup diri.
Paskalis Kossay, Politisi dan Intelektual