Opini oleh : Tarsisius Melly Jupjo (Wakil Ketua Pokja Adat Majelis Rakyat Papua Selatan)
TIFFANEWS.CO.ID – Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Dana Otonomi Khusus (Otsus) Provinsi Papua Selatan Tahun 2025 kembali digelar sebagai forum strategis dalam merumuskan arah kebijakan pembangunan yang berpihak pada Orang Asli Papua (OAP). Namun, semangat membangun Papua Selatan yang inklusif dan berkeadilan kembali diuji oleh lemahnya komitmen sejumlah pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Musrenbang yang seharusnya menjadi ruang dialog terbuka antara pemerintah, masyarakat adat, dan para pemangku kepentingan, justru diwarnai ketidakhadiran sejumlah kepala dinas, baik dari lingkup Pemerintah Provinsi Papua Selatan maupun kabupaten-kabupaten di dalamnya.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan di kalangan publik: sejauh mana keseriusan pemerintah daerah dalam menjalankan amanat Otsus untuk memberdayakan dan menyejahterakan OAP?
Dalam pemaparannya, pihak Bappeda Provinsi Papua Selatan menegaskan bahwa arah kebijakan Otsus 2025 akan difokuskan pada empat pilar utama:
• Penguatan pendidikan berbasis budaya lokal
• Peningkatan akses kesehatan dasar bagi masyarakat adat di wilayah terpencil
• Pengembangan ekonomi OAP berbasis komoditas unggulan lokal (seperti sagu, ikan air tawar, dan kerajinan tangan)
• Pelindungan hak-hak tanah adat serta peningkatan partisipasi OAP dalam pembangunan
Namun, kebijakan tersebut memerlukan sinergi dan keseriusan seluruh OPD. Ketidakhadiran kepala dinas dalam forum strategis ini bukan hanya menunjukkan lemahnya koordinasi, tetapi juga menghambat lahirnya kebijakan yang responsif terhadap aspirasi lokal.
Sejumlah tokoh masyarakat adat, aktivis muda, dan akademisi yang hadir dalam forum tersebut menyayangkan absennya para kepala dinas. Mereka mempertanyakan apakah Otsus benar-benar menjadi agenda prioritas pemerintah, atau hanya sebatas rutinitas formal tahunan.
“Sangat disayangkan, ketika kita bicara masa depan OAP, justru para pemegang kewenangan teknis tidak hadir. Ini mencerminkan tidak adanya political will dari sebagian pemangku kebijakan,” ujar seorang aktivis dari Merauke.
Musrenbang Otsus seharusnya menjadi momentum refleksi dan koreksi bersama terhadap implementasi kebijakan Otsus, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Karena itu, evaluasi menyeluruh terhadap OPD yang tidak serius menjalankan tanggung jawabnya sangatlah penting.
Sebagai provinsi baru yang mengemban harapan besar, Papua Selatan membutuhkan aparatur yang tidak hanya hadir secara fisik, tetapi juga aktif dan sungguh-sungguh dalam membangun kebijakan yang berpihak kepada OAP. (***)