TIFFANEWS.CO.ID — Pembangunan pabrik tepung tapioka senilai Rp 30 miliar di Kampung Kamnosari, Distrik Jagebob, Merauke, kini menjadi sorotan tajam. Meski pembangunan gedung megah ini telah rampung sejak 2016, hingga kini pabrik tersebut belum beroperasi. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar tentang efisiensi penggunaan anggaran dan tanggung jawab pemerintah daerah.
Dalam debat pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Papua Selatan yang berlangsung pada Rabu (23/10/2024) lalu itu, isu pabrik tepung tapioka ini mencuat.
Pasangan calon nomor urut 3, Romanus Mbaraka dan Albertus Muyak, menekankan pentingnya pabrik ini untuk meningkatkan harkat dan martabat rakyat kecil melalui pengolahan umbi-umbian. Namun, respons Romanus yang juga Bupati Merauke saat ini, mengundang kontroversi.
“Setelah diberi kesempatan sampai dengan saat ini, rakyat kita tidak mampu menyediakan bahan baku sehingga pabrik ini tidak bisa beroperasi,” ujarnya dengan nada menyalahkan masyarakat.
Pernyataan Romanus seolah mencerminkan sikap pemerintah yang melempar tanggung jawab kepada rakyat. Banyak yang mempertanyakan, apakah benar masyarakat tidak mampu, atau apakah pemerintah gagal dalam mendampingi dan memberikan pendidikan kepada petani lokal mengenai cara meningkatkan produksi bahan baku?
Kondisi ini tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan bagi daerah. Dengan biaya pembangunan yang selangit, keberadaan pabrik yang tidak berfungsi menjadi simbol kegagalan manajemen yang harus segera dievaluasi.
Warga Papua Selatan kini menanti solusi konkret dari calon pemimpin mereka. Banyak yang berharap, dalam kesempatan mendatang, calon pemimpin dapat memberikan visi dan misi yang jelas untuk mengoptimalkan potensi alam yang ada, serta meningkatkan kerjasama dengan petani lokal agar dapat memproduksi bahan baku yang diperlukan.
Apakah pemerintah akan terus menyalahkan rakyat ataukah akan mulai mendengarkan dan memberikan dukungan? Dengan anggaran miliaran yang sudah dikeluarkan, pabrik tepung tapioka ini seharusnya bisa menjadi mesin penggerak ekonomi lokal, bukan sekadar bangunan kosong yang menunggu nasibnya. (Ron)